Anak jaman yang selalu mewarnai lingkungan itu, telah berpulang dengan cara yang begitu mulia. Wafatnya Buya Ahmad Syafii Maarif tepat di hari Jumat adalah sebuah impian mayoritas umat muslim. Wafatnya di hari keramat itu, membuat haru dan sekaligus cemburu bagi para pengikutnya.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah (1998-2005) itu tutup usia di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, DIY, pukul 10.15 WIB. Berarti menjelang salat Jumat. Hari meninggal yang begitu mulia.
Media SindoNews.com mengungkap pendapat Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abdul Rohim Ghazali yang menyampaikan bahwa Buya Syafii sebagai pribadi sederhana yang jiwanya selalu gelisah. Kalimat kegelisahan inilah yang memerlukan pemikiran kaum muda anak jaman ke depan. Seperti sepak terjang Buya yang muncul sebagai salah satu intelektual muslim terkemuka di tanah air, pada masanya.
Buya menilai Indonesia merupakan bangsa yang belum sepenuhnya jadi, sehingga sering kali diuji dengan berbagai konflik. Ini adalah pekerjaan rumah bagi generasi anak zaman yang akan meneruskannya. Tahun 2024 adalah arena yang ditunggu-tunggu dan perlu pemikiran anak jaman sekelas Buya.
Karena Indonesia yang sangat luas ini, seperti air dua lautan dalam kisah QS Arrakhman ayat 22. Lautan yang tidak mau bersatu dibatasi dinding. Yang dari dalamnya ada mutiara dan marjan (yang sangat berharga). Ayat Qur'an itu terbukti adanya di Samudra Atlantik, tapi realisasi makna yang terkandung adanya di Indonesia.
Karena menurut Buya, bangsa ini perlu dirawat, bahkan kalau perlu juga diruwat. Kalimat ini begitu menukik tajam. Karena ruwatan itu merupakan kalimat yang setara dengan pengobatan atau "Rukyah" mengusir makhluk pengganggu di dalam jasad kasar. Agar ruh terbebas dari pengaruh roh jahat.
Pernyataan di atas ini punyak makna mendalam. Seperti uraian lanjutannya bahwa untuk merawat Indonesia yang besar ini perlu orang dengan pemikiran besar dan berwawasan jauh ke depan, bukan pikiran pikiran partisan. Begitu ungkapnya. Gusdur pernah menyebut Buya sebagai pendekar Chaniago.
Ada tiga tokoh yang studi doktoral di Chicago University, yang disebut Gus Dur, dengan sebutan "Tiga Pendekar dari Chicago". Ketiganya sering menuai polemik yang di perbincangkan tidak berkesudahan. Polemik dalam arti positif. Tak jarang pandangannya dianggap miring oleh sebagian pihak. Itulah bagian dari perjuangan. Polemik itulah yang menyudutkan dan sekaligus membesarkan dirinya. Dukunganpun terus meningkat, lawan jadi kawan bahkan akhirnya jadi para pengagum beliau. Semuanya berkat perjuangannya yang tulus di jalan Allah.
Kita toleh dulu sosok lain yang hidup sejaman dengan beliau. Yang tangguh mewarnai pemikiran banyak orang. Seperti Nurcholish Madjid dan Amien Rais. Mereka ini di ruang publik terus bergerilya. Tak terduga pula ada lawan bisa jadi kawan, dan pada akhirnya mengangkat nama baiknya. Disamping banyaknya orang yang tetap bersebrangan dalam kerangka saling hormat. Daya dobrak yang luar biasa itu, tak harus mengorbankan rasa hormat pada lawan-lawannya.
Pandangan tiga doktor dari Chaniago tersebut di atas ini, biasanya bukan hanya sekedar perkataan lisan, banyak berupa artikel & opini di koran dan majalah terkemuka. Buah pikirannya sering menghebohkan jagat perpolitikan Indonesia saat itu. Yang jadi bahan argumen dan cacian. Walau buahnya diambil yang lain, karena pohon perjuangan doyong ke lahan orang lain.
Pendapat para laskar di atas, tentu saja berdampingan dengan hebohnya tulisan dan pendapat para laskar dari jebolan Universitas dari Timur Tengah. Seperti Quraish Shihab atau Gusdur diantaranya. Kadang seiring, kadang bentrok dan salah paham. Itulah dinamikanya. Dalam alam demokrasi perbedaan pendapat itu syah adanya.
Sejak tulisan 3 laskar chaniago ini mewarnai media, perbincangan Islam modernis dengan nasionalisme ala Orde Baru menjadi ruang terbuka secara intelektual bagi generasi 90-an.
Tapi maaf, jika tak bisa dipungkiri mereka para tokoh ini bukanlah malaikat yang sempurna. Jika ada sedikit salah, harus kita maafkan, karena arah pendapat dan tulisannya "untuk kebaikan" walau kadang menuai pro & kontra. Dan tentunya akan dipertanggungjawabkan di alam kekal.