Barometer reaksi masyarakat terhadap isu kontroversi suara adzan & suara anjing itu punya nilai bagi NKRI. Jika kita bandingkan dengan reaksi hal serupa sebelumnya, kita bisa menilai kadar marahnya masyarakat. Karena hiruk-pikuk demikian sudah pernah terjadi jauh sebelum menteri agama mengeluarkan pernyataan. Seperti kontroversi Dedi Mulyadi yang telah membantah analogikan suling dengan Al-Quran, tetap dahsyat dan viral.
Yang paling dahsyat itu bara api masyarakat muslim, saat Sukmawati Soekarnoputri menyinggung adzan dan cadar di tahun 2018. Dalam puisi beliau "kidung lebih merdu dari Adzan." Menelaah dampak viralnya peristiwa yang di uraikan di atas, hingga menyangkut hukum.
Hebohnya pernyataan sensitif hingga viral, jika digambarkan seperti membakar semak belukar saat kemarau panjang. Jangan sampai menunggu angin kencang meniup. Sebelum membesar segeralah meminta maaf, untuk mematikan bara apinya. Jangan menunggu ada yang menyeretnya ke jalur hukum. Karena umat muslim Indonesia itu sesungguhnya sangat pemaaf.
Kisah lama cukup jadi peringatan, seperti kisah seruling, puisi tentang kidung dan konde, haramnya wayang. Terbukti berbanding terbalik dengan semaraknya kelakson telolet yang berisik tapi menghibur sebagian orang. Setiap ada bara api membakar semak, seharusnya ada kelompok yang menyejukan umat, sebelum pelaku dugaan penista digiring ke ranah hukum. Dan tentu saja hal ini jadi bidang kajian dunia pendidikan.
Kita wajib bersyukur, peristiwa apapun di Indonesia, jika sudah mentok hampir semua bisa selesai dan damai. Walaupun banyak yang harus digiring dulu ke ranah hukum. Seperti peristiwa sebelumnya saat masyarakat begitu antusias menyaksikan berita tentang alotnya kasus M.Kace dan simpatiknya masyarakat terhadap perubahan sikap ektrem Ustad Yahya Waloni.
Panggung hiburan bentukan seniman kalah seru, bahkan tampaknya tersisih oleh panggung diluar itu. Yaitu panggung yang menyerempet pelanggaran. Patut di apresiasi bahwa masyarakat mayoritas muslim di Indonesia cukup bijak dalam bereaksi, terhadap pelaku pelanggaran. Masyarakat sangat menghargai peran para tokoh dan penerintah, hingga banyak kasus bisa dianggap tuntas setelah pemuka agama turun tangan atau ditangani penegak hukum.
Reaksi spontan masyarakat, terhadap pernyataan mentri agama saat ini, sungguh dakhsyat. Karena anjing itu barang najis. Walau penanganan bisingnya suara, akibat arah pengeras suara, punya makna positif. Karena dibalik itikad baik ini, ada kemelut menyangkut delik hukum. Akibat pernyataan yang kontroversi, keliru dalam memilih kata-kata, dan perbandingan.
Nilai positif dari reaksi masyarakat tentang peristiwa ini. Munculnya kreativitas nilai seni. Kreasi seni saat ini, membanjiri medsos dengan berbagai share video lucu menyudutkan menteri agama. Peristiwa ini, telah banyak melahirkan konten menarik dan cukup mengobati luka umat seakidah. Ramainya konten video menyindir mentri agama di medsos setara dengan saat Giring Ganesya kakinya terperosok di lumpur. Kisah pelantun lagu "Laskar Pelangi" di depan stadion yang dalam proses pembangunan. Giring tampak habis-habisan di bully kreativitas seni. Medsos begitu ramai dengan parodi yang menghibur rakyat, yang membuat gerah pelaku ricuh.
Tentang perbandingan suara adzan dan suara hewan, mengapa lebih dakhsyat dari peristiwa viralnya Giring terperosok di lumpur? Karena suara adzan itu merupakan nilai religi. Kita ambil saja nilai positif yang ditimbulkannya. Untuk kemelut menteri agama banyak kisah menghibur. Tak terhitung deretan video lucu, dan share ceramah berbagai ustad. Menyindir Yaqut Cholil Qoumas atau dikenal sebagai Gus Yaqut. Mentri dan politikus Indonesia ini, memang sering menuai kontroversi sejak jadi politisi. Tambah jadi sorotan sejak menjadi Menteri Agama di Kabinet Indonesia Maju. Tepatnya sejak 23 Desember 2020.