Lihat ke Halaman Asli

Dr. Dedi Nurhadiat

Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Anak Guru Kok Nakal? (Kepala Sekolah Harus Peduli)

Diperbarui: 7 Februari 2022   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak semua anak guru nakal,  justru banyak yang sukses. Namun tidak bisa dipungkiri bagi pasangan yang keduanya mengejar karier, hal demikian sering terjadi. Bukan hanya di keluarga guru saja. Namun jika hal ini terjadi di keluarga guru, tentu akan menjadi sorotan tajam.


Dalam tulisan ini, akan membahas topik pentingnya Day Care di sekitar kantor khususnya sekolah. Mengapa harus di sekolah. Karena guru selalu jadi sorotan.

Day Care atau sering disebut juga sebagai Taman Penitipan Anak (TPA), sudah biasa ditemukan di kota-kota besar. Peranan TPA sangat penting bagi pasangan suami istri yang super sibuk. Karena masa depan anak itu tergantung lingkungannya.

Sesuai dengan yang tertulis pada Pedoman Teknik Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak.   Salah satu bentuk adalah PAUD pada jalur nonformal (PAUD nonformal) sebagai wahana kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu selama orangtuanya sibuk bekerja.

Walau di masyarakat perkotaan, penitipan anak demikian itu, banyak dikelola secara profesional. Ironisnya hal demikian tidak banyak  terjadi di dunia pendidikan kita. Bahkan seringnya  dianggap urusan keluarga masing-masing guru saja.

Seandainya ada manajemen sekolah yang memperhatikan keluarga guru, hingga menyentuh masalah Day Care. 

Keluarga guru SMA2 Cikarang Barat dengan anaknya (koleksi)

Ini merupakan bagian dari kesejahteraan. Karena kesejahteraan itu bukan hanya masalah material belaka.

Banyak masalah kesejahteraan guru itu dinilai dengan nilai ekonomi  seperti menaikan nominal  berupa; menaikan upah, tunjangan hari raya, atau tunjangan sertifikasi. Padahal banyak hal lain seperti;  Day Care, akses memasukan anak kandungnya ke sekolah kedinasan, ruangan kantor ber AC, dst. Jadi tidak semata-mata berupa nominal belaka.

Kita ambil contoh, banyak sekolah kedinasan didominasi oleh organisasi tertentu di luar sepengetahuan  organisasi keguruan. Sehingga anak guru tidak memiliki akses informasi yang akurat ke arah itu. Informasi  patut diduga dikuasai sebagian masyarakat yang punya akses.

Semua guru bangga anak didiknya diterima diperguruan tinggi favorite. Termasuk di berbagai lembaga pendidikan kedinasan. Namun informasi pendidikan kedinasan dimikian sangat tertutup untuk para guru. Sementara orangtua siswa tertentu lebih paham tentang hal itu.

Dengan adanya Day Care diharapkan kesejahteraan guru itu tidak lagi fokus ke pinansial semata. Bisa merambah ke banyak hal yang membuat nyaman para guru. Terutama yang memiliki anak balita. Dengan demikian terjadi kompetisi sehat di masyarakat luas. Pada akhirnya, dapat mengangkat citra anak guru bisa lebih terhormat, dan layak ditauladani.

Anak guru tidak boleh  ada yang gagal apalagi nakal. Namun untuk menuju ke arah itu, perlu ada manajemen khusus yang melindunginya.  Apakah organisasi PGRI, MKKS, AKSI, MGBK,  dst; berpikir sejauh itu? Tentu saja jawabnya tidak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline