Tidak semua anak guru nakal, justru banyak yang sukses. Namun tidak bisa dipungkiri bagi pasangan yang keduanya mengejar karier, hal demikian sering terjadi. Bukan hanya di keluarga guru saja. Namun jika hal ini terjadi di keluarga guru, tentu akan menjadi sorotan tajam.
Dalam tulisan ini, akan membahas topik pentingnya Day Care di sekitar kantor khususnya sekolah. Mengapa harus di sekolah. Karena guru selalu jadi sorotan.
Day Care atau sering disebut juga sebagai Taman Penitipan Anak (TPA), sudah biasa ditemukan di kota-kota besar. Peranan TPA sangat penting bagi pasangan suami istri yang super sibuk. Karena masa depan anak itu tergantung lingkungannya.
Walau di masyarakat perkotaan, penitipan anak demikian itu, banyak dikelola secara profesional. Ironisnya hal demikian tidak banyak terjadi di dunia pendidikan kita. Bahkan seringnya dianggap urusan keluarga masing-masing guru saja.
Seandainya ada manajemen sekolah yang memperhatikan keluarga guru, hingga menyentuh masalah Day Care.
Ini merupakan bagian dari kesejahteraan. Karena kesejahteraan itu bukan hanya masalah material belaka.Banyak masalah kesejahteraan guru itu dinilai dengan nilai ekonomi seperti menaikan nominal berupa; menaikan upah, tunjangan hari raya, atau tunjangan sertifikasi. Padahal banyak hal lain seperti; Day Care, akses memasukan anak kandungnya ke sekolah kedinasan, ruangan kantor ber AC, dst. Jadi tidak semata-mata berupa nominal belaka.
Kita ambil contoh, banyak sekolah kedinasan didominasi oleh organisasi tertentu di luar sepengetahuan organisasi keguruan. Sehingga anak guru tidak memiliki akses informasi yang akurat ke arah itu. Informasi patut diduga dikuasai sebagian masyarakat yang punya akses.
Semua guru bangga anak didiknya diterima diperguruan tinggi favorite. Termasuk di berbagai lembaga pendidikan kedinasan. Namun informasi pendidikan kedinasan dimikian sangat tertutup untuk para guru. Sementara orangtua siswa tertentu lebih paham tentang hal itu.
Dengan adanya Day Care diharapkan kesejahteraan guru itu tidak lagi fokus ke pinansial semata. Bisa merambah ke banyak hal yang membuat nyaman para guru. Terutama yang memiliki anak balita. Dengan demikian terjadi kompetisi sehat di masyarakat luas. Pada akhirnya, dapat mengangkat citra anak guru bisa lebih terhormat, dan layak ditauladani.
Anak guru tidak boleh ada yang gagal apalagi nakal. Namun untuk menuju ke arah itu, perlu ada manajemen khusus yang melindunginya. Apakah organisasi PGRI, MKKS, AKSI, MGBK, dst; berpikir sejauh itu? Tentu saja jawabnya tidak.