Lihat ke Halaman Asli

Dr. Dedi Nurhadiat

Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Giring Ganesha & Dilema Kurikulum Sekolah Penggerak yang Bergerak-gerak

Diperbarui: 1 Januari 2022   13:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembahasan Sekolah Penggerak (SP)/dokpri

Pendidikan yang baik itu harus berguru ke pemiliharaan sebuah tanaman hias. Katakanlah memelihara tanaman kaktus sebagai contohnya.  Agar tumbuh baik dan subur harus di jaga iklim udaranya dengan suhu yang stabil, pengairan yang sesuai dengan kebutuhan, nutrisi tanah yang kaya unsur hara, dst. Jangan mengubah iklim yang mengagetkan hingga tanaman menjadi stres. 

Berubah-ubahnya iklim akan berdampak pada matinya tanaman yang dipelihara. Kurikulum Sekolah Penggerak (SP) sesungguhnya baru dirancang saat ini, yang wacananya tahun 2022 baru akan di uji cobakan secara terbatas. Padahal iklim politik tahun 2024 sudah mulai terasa naik turun dari mulai  menghangat hingga memanas. Pidato pelantun lagu "Laskar Pelangi" bernama  Giring Ganesha Djumaryo dari PSI, membuat suasana politik menghangat bahkan sangat panas. Mengapa ? Apa hubungannya dengan kurikulum SP?

Profil Pelajar Pancasila (foto koleksi)

Dalam kurikulum SP mengenal pelajar pancasila, mengenal 3 dosa besar dunia pendidikan dst. Pengungkapan kalimat radikalisme yang diucapkan Giring, di konotasikan main matanya sosok seorang tokoh yang sangat dicintai masyarakat pendukungnya.

Tokoh tersebut dikenal masyarakat luas karena  kini menduduki jabatan penting di DKI Jakarta. Beliau sempat memimpin debat para Calon Presiden di awal Era Reformasi. Beliau seolah dusudutkan Giring karena  saat menjadi menteri pendidikan diberhentikan pak Jokowi. Tanpa menyebutkan jasa-jasa besarnya.

Ada kecemasan dari para guru peserta workshop yang hampir semuanya telah bekerja keras untuk bisa lulus di program Guru Penggerak ini. Jika nanti 2024 terjadi pergantian menteri bagaimana? Itulah pertanyaan yang terlontar dalam perbincangan di ruang workshop hari ini.

Sesungguhnya kurikulum Sekolah Penggerak (SP) itu sangat bagus walau kenyataan, idealisnya masih dalam sebuah wacana. Paling tidak draf SP sudah dalam proses menginjak tahap akhir. Kalaupun drafnya baru disusun dalam wujud sangat sederhana. Seperti dalam draf yang ditayangkan pembicara (ibu Ratnawati dari PPPPTK). Karena yang utama itu adalah kurikulum sekolah yang kelak disusun  oleh sekolah masing-masing satuan pendidikan.

Berbicaraan  tentang kurikulum SP yang baru draf itu. Terungkap setiap sekolah  harus menganalisis dulu sekolah masing-masing. Kalau dahulu mungkin istilahnya EDS (Evaluasi Diri Sekolah),  Analisisnya menyangkut karakteristik satuan pendidikan yang diharapkan, termasuk evaluasi diri sekolah seperti yang di uraikan di atas.

Mengenai strategi mewujudkan Profile Pelajar Pancasila, begitu mulianya yang ada di dalam kurikulum sekolah penggerak ini. Menyikapi juga 3 dosa besar dunia pendidikan yang didalamnya ada masalah garis keras intoleran. Dan setiap sekolah  punya kurikulum sebagai jarum kompas dan peta jalan untuk menunjukan arah yang harus dilalui. Semua mengikuti ranah dari yang punya program. Setiap institusi pendidikan tunduk pada aturan itu. Bahkan semua hal barupun sesungguhnya bukan hal baru tapi dianggap terbarukan.

Dalam sekolah penggerak, pada proses pembelajarannya harus menggunakan paradigma baru. Yaitu pembelajaran harus berpusat pada peserta didik.  Siklusnya harus berkesinambungan. Hal ini juga sesungguhnya bukan hal baru. Namun hal terbarukan ini  realisasinya masih belum sempurna diterapkan di lapangan sejak dahulu. Mungkin dengan SP ini, akan ditemukan cara baru untuk merealisasikannya secara masip. Ini adalah suatu angin segar yang didukung semua guru SP yang ada dalam workshop.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline