"The best way to find yourself is to lose yourself in the service of others"
- Mahatma Gandhi
Kalimat ini mengingatkan kita bahwa memberikan waktu dan tenaga untuk membantu orang lain sering kali membawa dampak yang lebih besar bagi diri kita sendiri. Dalam perjalanan saya ke Pesantren Al-Falah di Pandeglang, pengalaman ini terasa sangat nyata. Selama tiga hari dua malam di sana, bukan hanya santri yang belajar dari saya, tetapi saya pun menyerap nilai-nilai kehidupan yang mendalam dari interaksi dengan mereka.
Pesantren telah lama dikenal sebagai tempat pembentukan karakter dan spiritualitas. Di tengah zaman yang serba modern, nilai-nilai tradisional yang diajarkan di pesantren menjadi pelita yang tetap relevan. Kunjungan ke Pesantren Al-Falah menjadi kesempatan emas untuk memahami bagaimana pesantren memadukan ajaran agama dengan pengembangan keterampilan hidup. Selain itu, aktivitas di pesantren ini bukan sekadar ritual keagamaan; mereka juga melibatkan banyak kegiatan yang membangun empati, kerja sama, dan kedekatan dengan alam.
Di dunia yang kerap mengejar efisiensi dan keuntungan material, kehidupan di pesantren adalah pengingat bahwa kebahagiaan sejati datang dari berbagi dan bersyukur. Ini juga menjadi alasan saya merasa bahwa perjalanan ke pesantren lebih dari sekadar kunjungan; ini adalah perjalanan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang mendalam.
Hari itu, 30 Oktober, pagi yang cerah menjadi awal perjalanan saya. Pukul delapan pagi, saya meninggalkan rumah dengan semangat yang membuncah. Perjalanan menuju Pandeglang memakan waktu sekitar dua jam. Selama perjalanan, pemandangan perkotaan yang semakin hilang menuju pedesaan semakin menambah rasa syukur atas kehidupan saya. Ketika akhirnya tiba di Pesantren Al-Falah, suasana hangat langsung menyapa. Para santri tersenyum ramah, dan kami pun disambut dengan meriah sembari menunggu kegiatan-kegiatan disana.
Selama tiga hari di sana, setiap momen terasa penuh makna. Salah satu kegiatan yang paling berkesan adalah menanam bibit tanaman bersama santri. Dengan tangan yang kotor oleh tanah, kami berbagi cerita dan tawa, menyadari bahwa bibit kecil yang ditanam hari itu adalah simbol harapan untuk masa depan yang lebih hijau.
Membuat kolam ikan menjadi kegiatan berikutnya. Meski penuh tantangan, kegiatan ini mengajarkan pentingnya kerja sama. Tidak ada yang bekerja sendirian; semua saling membantu, baik itu membuat bambu runcing, mematuknya, dan akhirnya berhasil dipasang, sehingga kolam itu tidak hanya menjadi tempat bagi ikan-ikan, tetapi juga simbol hasil kerja keras bersama.
Sore harinya, suasana berubah menjadi riuh oleh semangat olahraga. Bermain sepak bola bersama santri menjadi pengalaman yang menyenangkan. Meski kami berbeda usia dan latar belakang, permainan itu memecah jarak di antara kami. Kami tertawa, bersorak, dan saling mendukung di lapangan, menciptakan kenangan yang sulit dilupakan.
Tidak kalah penting, momen makan bersama memberikan kehangatan tersendiri. Dengan menu sederhana namun penuh rasa, kebersamaan saat makan menciptakan suasana keluarga yang erat. Di sela-sela itu, diskusi mengenai agama memperkaya pemahaman saya. Saya belajar tentang cara pandang mereka terhadap kehidupan, sementara saya pun berbagi pengalaman saya.
Pesantren Al-Falah bukan hanya tempat belajar agama; ini adalah komunitas yang hidup, tempat nilai-nilai kemanusiaan dipupuk setiap hari. Bangunannya sederhana tetapi tertata rapi, dengan masjid di tengah sebagai pusat kegiatan. Halaman luas dikelilingi oleh tanaman hijau yang memberikan suasana sejuk dan damai. Di satu sudut, terdapat kebun kecil tempat santri belajar bercocok tanam, sementara di sisi lain ada kolam ikan yang baru selesai dibuat.
Para santri di sini penuh semangat. Meski sebagian besar berasal dari keluarga sederhana, mereka memiliki tekad yang kuat untuk belajar dan mengembangkan diri. Mereka tidak hanya belajar membaca kitab suci, tetapi juga keterampilan praktis yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.