Masih dalam suasana memperingati hari buruh sedunia yang jatuh pada tanggal 1 mei 2021 beberapa hari yang lalu, saya mau sedikit bercerita tentang kisah yang terjadi baru-baru ini di kampung halaman saya. Tentang seorang pedagang petasan yang didemo oleh ibu-ibu RT sekampung, karena dagangannya dinilai merugikan banyak orang. Pedagang petasan itu disuruh berhenti berjualan oleh mereka, jika tidak mereka akan bertindak tegas kepadanya.Ngeri, kasihan juga ya! Gak mau ikutan demo bang perjuangin nasib,sapa tau bakal didengerin. Eh, masih suasana pandemi, disimpan dulu wae bang uneg-unegnya, sampai covid naik haji.
Sebut saja nama pedagang itu bang Eko, dia adalah salah satu pedagang petasan terkemuka di kampung saya. Dia terkenal menjual berbagai jenis petasan mulai dari yang ringan hingga paling berat sekalipun. Paket komplit pokoknya. Karena telah malang melintang didunia penjualan petasan, bang Eko mempunyai banyak pelanggan. Mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa bahkan lansia. Terkejodd!!!nah loh,buat apa coba lansia ikut beli petasan. Buat cucunya kali!
Pedagang seperti bang Eko disebut sebagai pedagang musiman, karena hanya berjualan di waktu tertentu saja. Dan kebetulan, bulan ramadhan ini merupakan surga bagi pedagang seperti bang Eko, karena dagangannya laris manis bak kacang goreng.Alhamdulilah, semoga berkah ya bang.
Tetapi dibalik kebahagiaan yang meliputi bang Eko terdapat banyak kesedihan yang mengiringinya. Karena petasan yang dijual olehnya, ternyata membawa bencana bagi orang lain. Sebagai contohnya beberapa waktu lalu, ada anak-anak yang membeli petasan bang Eko,disaat asyik menyalakan petasan, tangannya terkena hingga melepuh. Astagfirulloh. Kasihan banget tuh bocah.
Tidak berhenti sampai disitu, ada lagi tetangga belakang rumah saya, sebut saja bos Amir begitulah dia dipanggil, karena memang tajir melintir. Bos Amir adalah salah satu orang dewasa langganan bang Eko, tak tanggung-tanggung tiap tahun pasti menyediakan budget khusus untuk petasan. Waduh ancaman nich orang.
Ya, tetapi itu semua terjadi, sebelum hidayah menjemput bos Amir. Selang tak beberapa lama menikmati permainan penuh sensasi dan percikan api tersebut, bos Amir mendapatkan musibah. Di saat menikmati serunya permainan dar dir dor petasan, ibu jarinya bos Amir ikut tersangkut petasan dan meledak melayang jauh ke angkasa. Innalilahi wa inna lillahi ro jiun. Rip ibu jari bos Amir.
Rip petasan
Melihat kasus yang terjadi karena petasan yang dijual bang Eko, akhirnya ibu-ibu RT sekampung sepakat untuk mendatangi dan mendemo bang Eko agar berhenti berjualan. The power of ibu-ibu emang gokil.
Perdebatan sengit pun terjadi diantara keduanya. Masing-masing merasa mempunyai pembenaran sendiri-sendiri.
Jika dilihat dari sudut pandang ibu-ibu, pastinya mereka tidak ingin ada yang menjadi korban lagi akibat keganasan petasan. Lagipula suara bising dar dir dor petasan, sungguh meresahkan warga dikampung. Bahkan suara para tadarus al quran di masjid yang syahdu pun nyaris tak terdengar. Sungguh miris, kali ini saya setuju dengan ibu-ibu karena memang meresahkan.
Lalu bagaimana dari sudut pandang bang Eko sendiri, menurutnya dia hanya seorang pedagang musiman, yang ingin mencari nafkah agar anak istrinya tidak kelaparan. Perkara dagangannya membawa bencana atau tidak, itu tergantung dari pembelinya sendiri. Toh dia juga tidak pernah memaksa siapapun untuk membeli petasan miliknya. Menjadi satu-satunya penjual petasan di kampung, juga bukan kesalahannya kan.Waduh, bingung juga.