Lihat ke Halaman Asli

Marendra Agung J.W

TERVERIFIKASI

Urban Educator

Bersilat Melawan Kecamasan, Membaca "Memo tentang Politik Tubuh"

Diperbarui: 15 Juli 2021   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto buku Memo Tentang Politik Tubuh. (Dokumen pribadi)

Kita telah menyaksikan berita tentang kematian, informasi korban dan angka kasus positif covid-19 yang memenuhi  layar gawai kita. Bunyi ambulance pun belakangan ini terdengar lebih sering dan rutin. Kita tak menyangka, wabah Covid -19 masih menjerat kehidupan kita hingga 2021 ini.

Semua pengalaman di atas layaknya puzzle, menjadi momok yang membuat kita cemas. Perasaan atau emosi negatif yang disebut "cemas" itu begitu lembut dan misteri. Sejumlah pandangan kedokteran bahkan menyebut rasa cemas tersebut dapat mengundang penyakit.

Kita yang bukan dokter, tentu tidak  mampu melawan virus covid -19 dengan masuk ke laboratorium dan menciptakan obat atau vaksin. Akan tetapi,  kita dapat melawan musuh yang lebih terjangkau oleh kita yaitu kecemasan. Oleh karena itu, momen PPKM Darurat ini adalah babak baru bagi kita untuk kembali memahami cara tepat mengatasi kecemasan.

Membaca sebagai jurus mengatasi kecemasan

Saya menemukan abstraksi mengenai jurus untuk mengatasi kecemasan. Saya coba membuka kembali buku yang ditulis oleh Bre Redana berjudul Memo Tentang Politik Tubuh, rilisan Penerbit Buku Kompas tahun 2016. Buku yang merupakan catatan Bre Redana tatkala berguru ilmu silat itu membuat saya memaknai bahwa "membaca" adalah cara bersilat mengatasi kecemasan.

Bre Redana sendiri telah "membaca" pengalaman bersilat puluhan tahun di Persatuan Gerak Badan Bangau Putih itu. Pengalamannya selama berguru dengan Gunawan Rahardja itu menelurkan uraian panjang mengenai banyak hal yang esensial dan filosofis. Dari situ saya mendapatkan makna bahwa seperti pertarungan bela diri, musuh kita yang paling mendasar adalah perasaan negatif yang kita bangun sendiri.

Poin yang juga penting dari uraian dalam Memo Tentang Politik Tubuh adalah bahwa bersilat bukanlah sekedar aktivitas motorik, yang identik dengan seni bela diri secara fisik.  Namun silat juga seni dalam menjawab permasalahan hidup melalui "keutuhan" diri. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Bre Redana di awal bab buku ini bahwa,

" ...silat bukan urusan tangkis pukul, melainkan bagaimana silat berusaha menjawab kebutuhan dan tantangan hidup dari zaman ke zaman." (halaman 11.)

Ada cerita tentang gerakan bernama Bangau 9 Bayangan di buku ini. Esensi dari gerakan tersebut yaitu kita harus mengatasi keserakahan, kemunafikan, takut, cemas, iri, dengki, egois, angkara murka, dan sedih. Sebagaimana kita maklumi bahwa sembilan hal tersebut  adalah "musuh" internal manusia yang bukan hanya dapat terjadi di era pandemi ini.

Untuk melewati 9 musuh yang dapat menjadi sumber permasalahan hidup itu kita perlu latihan. Termasuk mengatasi kecemasan, kita juga perlu formula latihan sebagaimana bersilat. Bre Redana menceritakan tentang gerakan Tui Cu atau posisi menjatuhkan lawan.  

" Dalam Tui cu, kami dilatih untuk tidak membaca lawan melainkan membaca diri sendiri, mengolah diri sendiri." ( Halaman 27.)

Cara menjatuhkan lawan dalam Tui Cu adalah dengan membaca diri sendiri. Lawan kita pada momen perkelahian/pertarungan hanyalah alat yang membantu kita  untuk memahami diri sendiri. Maka untuk mengatasi kecemasan sebagai lawan kita belakangan ini, kita perlu mengenali komponen diri kita.

Menghayati keutuhan diri: mind, body, spirit

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline