Lihat ke Halaman Asli

Marendra Agung J.W

TERVERIFIKASI

Urban Educator

Sisi Tumpul Pembelajaran Virtual

Diperbarui: 28 Juli 2020   05:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: unsplash.com/@mohammadshahhosseini

Pembelajaran Virtual

Sejak 13 Juli 2020 lalu, sekolah memasuki masa aktif tahun ajaran baru 2020/2021. Pada masa pemantauan (transisi) kasus Covid-19 ini, sebagian besar sekolah pun melakukan aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) secara virtual. Kegiatan Belajaran Mengajar (KBM) belum dapat sepenuhnya berjalan normal.

Saya sempat termenung, membayangkan apakah pembelajaran yang saya terapkan nanti akan efektif? Terlebih siswa baru sepenuhnya belum saya kenal. Bagi saya perkenalan personal secara hakiki adalah pintu menuju keberhasilan KBM, terlebih dalam model virtual learning atau jarak jauh atau daring. 

Namun, yang menjadi menarik dari kondisi ini ialah kesempatan untuk melihat keefektifan model pembelajaran virtual bagi pendidikan, khususnya pendidikan formal tingkat dasar-menengah.

Itikad baik pemerintah tatkala mencetuskan program Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ataupun Belajar dari Rumah (BDR) demi memutuskan penularan virus covid-19 tentu tak dapat dipungkiri keutamaannya. Terlepas dari itu, apabila virtual learning dianggap sebagai big deal model pendidikan saat ini dan nanti, maka perlu diperbincangkan kemungkinan-kemungkinan ketercapaiannya.  

Sebagaimana gerakan A.W Tony Bates, dalam Teaching In Digital Age (2015) di Canada ketika mengembangkan model pembelajaran digital di kampus, itu dilakukan melalui banyak tahap seperti kajian ulang mengenai paradigma pendidikan, ilmu pengetahuan, dan keadaan masyarakat.

Tidak dipungkiri, pembelajaran virtual sangat efektif dalam memperluas ruang pembelajaran. Seperti penjelasan Prof. Dr. Paulina Pannen, M.Ls dalam Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, bahwa penerapan pembelajaran virtual sebagaimana "kelas maya"  bertujuan untuk mengatasi keterpisahan ruang dan waktu antara siswa dan guru. 

Untuk itu, gaya instruksional, penugasan, ataupun transfer knowledge tentu dapat dilakukan secara virtual dan distance sebagaimana online course, serta tayangan tutorial-tutorial bersifat teknis yang marak di Youtube. Akan tetapi, apakah aspirasi pendidikan bangsa secara filosofi maupun kurikulum dapat terpenuhi melalui model tersebut?  

Karakter: Poros Utama Pendidikan
Pada kenyataan kurikulum, dimensi ketercapaian siswa khususnya di pendidikan menengah, tidak sebatas pada kognisi (knowledge), tapi juga sikap dan keterampilan. Terlebih, penguatan pendidikan karakter (PPK) merupakan poros pendidikan yang telah dicanangkan kemendikbud sejak 2016 lalu.

Secara resmi, Kemendikbud telah merumuskan lima nilai karakter utama yakni religius, nasionalis, integritas, gotong royong, dan mandiri, yang perlu ditanamkan dalam kepribadian siswa.

Saya tidak menyatakan model pembelajaran virtual gagal dalam menunjang kompetensi sikap dan keterampilan siswa. Namun, perlu dipastikan kembali tentang apa yang siswa dapat -kecuali otaknya bekerja- ketika duduk di depan layar komputer, televisi, maupun gawai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline