Lihat ke Halaman Asli

Drajatwib

Penulis amatiran

Hidup Penuh Syukur

Diperbarui: 10 Maret 2018   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Untung sing kepidak sikile, dudu sirahe" (masih beruntung yang terinjak kakinya, bukan kepalanya). Salah satu ungkapan Jawa yang sering kudengar saat masih tinggal di Jogja dulu. Ungkapan yang sering disampaikan dalam suasana santai dalam sebuah obrolan, saat sebuah "kesialan" karena "kepidak sikile" tadi sudah lalu. Dalam setiap keadaan, khususnya ketika sedang mengalami musibah, orang Jogja masih saja bisa bersyukur melalui ungkapan tersebut, padahal yang dialami adalah hal buruk. 

Sebuah cara pandang positif untuk menyikapi setiap keadaan yang negatif, ketimbang harus meratapinya dalam kesedihan yang panjang. Lebih baik bersyukur dan berdamai dengan diri sendiri daripada menghabiskan banyak tenaga untuk menuntut, protes atau melakukan perlawanan. Sementara itu kehidupan dijaman now, dalam keseharian lebih banyak diwarnai oleh kecenderungan sikap mengeluh, merengek dan menuntut daripada sebaliknya. Lihatlah masyarakat Jogja yang punya dan menjalankan filosofi hidup "nrimo ing pandum" (menerima pemberian Tuhan) tanpa banyak protes yang ketika dijalankan membuat kehidupan lebih terasa ayem-tentrem.

Memang hidup adalah pilihan dimana orang bisa memilih cara hidup mereka sendiri sejauh tidak bertentangan dengan norma dan aturan dalam masyarakat. Dan orang Jogja mempunyai pilihan cara hidupnya sendiri yang lebih mengutamakan keserasian antar sesama dan hidup penuh syukur. Anda suka protes dan menuntut atau lebih suka mensyukuri hidup itu pilihan anda.

Seorang sahabat berujar dalam sebuah percakapan melalui aplikasi WhatssApp mengenai hal bersyukur. Dia menyampaikan sebuah kalimat bijak yang berbunyi demikian: "Ketika hati pandai bersyukur..Tuhan akan menyediakan berkat yg melimpah". Sebuah ungkapan yang indah bukan?.

Saya sendiri menyukai kalimat lugas itu dan meng-Amin-i makna ungkapan tersebut, meski bagi saya janji "berkat melimpah" bukan sebuah tujuan dari tindakan bersyukur. Namun demikian, ungkapan tersebut tetap penuh makna kebaikan.

Hati yang bersyukur adalah hati yang gembira. Bergembira atas semua hal yang boleh terjadi dan dialami dalam kehidupan kita, baik itu suka maupun duka. Sebab semua itu memperkaya pengalaman dan bathin kita. Tidak perlu membuat perbandingan diri kita dengan apapun atau siapapun untuk mengucap syukur sebab memang setiap hal mempunyai warnanya sendiri.

TamanwiraGatsu93181159




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline