Meski telah menjadi bagian dari keseharian, berbincang-bincang dengan seseorang ternyata tak selalu gampang. Pasalnya, saat kita berbincang-bincang dengan satu atau dua orang, salah salah satu pihak harus bisa menempatkan diri sebagai seorang pendengar yang baik.
Tingkat kesulitan berbincang-bincang semakin bertambah, apabila dilakukan di depan kamera seperti tampak dari sejumlah program bincang-bincang di YouTube.
'Content' bincang-bincang di YouTube, tak dapat dikatakan semuanya berhasil, terutama bila dilihat dari jumlah penonton dan konsistensi si pemilik channel dalam memposting 'content' bincang-bincangnya.
Bahkan, ketika 'content' bincang-bincang itu melibatkan figur terkenal dan memiliki jutaan subscriber sebagai pemandu bincang-bincangnya, tetap tak bisa menjamin sebuah 'content' bincang-bincang akan bisa diterima dan dijadikan tontonan rutin warganet.
Sepanjang pengamatan pada sejumlah model 'content' bincang-bincang di YouTube, ditambah pembacaan pada buku-buku, bincang-bincang dapat dikatakan berhasil manakala seseorang yang menjadi pemandu acara bincang-bincang, mampu memandu lawan bicara menemukan dirinya dan membuatnya seperti terlahir kembali menjadi pribadi yang berbeda, dengan saat sebelum ia terlibat bincang-bincang.
Pada mulanya adalah mendengarkan
Untuk menjadi pemandu program bincang-bincang yang bermutu, seseorang mestilah mengawalinya dengan menjadi seorang pendengar yang baik. Seorang pendengar yang baik mirip dengan kinerja editor tulisan.
Seorang editor berpengalaman tak akan menerima dan mengerjakan begitu saja naskah yang diberikan padanya untuk diedit. Sebelum mengedit naskah, editor perlu terlebih dulu mengetahui bagian-bagian dari teks yang perlu dikurangi, diperluas, diperdalam, dan tegasnya adalah memusatkan perhatian pada naskah.
Editor tak akan berani mengubah inti dari apa yang dituangkan pengarang lewat tulisannya. Alih-alih, seorang editor hanya akan memberikan penekanan-penekanan pada apa-apa saja yang dimaksudkan oleh pengarang, namun terasa kabur karena diliputi keraguan, ketidakpercayaan diri, dan kurangnya fokus si pengarang saat menulis naskah.
Editor keren tak akan berani mengubah pengarang menjadi orang lain. Sebaliknya, editor akan berikhtiar membantu pengarang untuk menjadi dirinya sendiri.
Medengar pun seperti mengedit tulisan. Saat berbincang-bincang, kita sering dihadapkan pada situasi di mana apa yang dikatakan lawan bicara tidak cukup akurat mencerminkan maksud sebenarnya dari yang ingin dia utarakan.