Lihat ke Halaman Asli

Pengobatan Gratis Buat Warga Pedalaman, Pemberi Harapan Palsu

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1376001958873909225

Sebagai dokter,bisa dibilang saya hampir tidak pernah libur. Sama seperti hari ini,saat sebagai muslim saya harusnya bisa menikmati saat-saat bersama keluarga di hari idul fitri, tapi saya malah berada di puskesmas, jauh di pedalaman untuk berjaga-jaga jika ada warga yang sakit. Alhamdulillah, ternyata ada juga yang membutuhkan pelayanan saya. Seorang ibu usia 31 tahun yang baru saja melahirkan anak keduanya. Seorang bayi yang sayangnya lahir sebelum usia kandungannya genap 6 bulan.Dengan berat hanya 9 ons, bayi ini tampak kuat dan memiliki harapan untuk hidup. Dengan segala kemampuan yang saya punya, pertolongan pertama segera diberikan, tapi meskipun seorang profesor spesialis anak rasanya sulit memberikan pelayanan maksimal dengan fasilitas puskesmas daerah sangat terpencil, dengan segera saya menyiapkan sang ibu dan bayi untuk dirujuk demi mendapatkan pelayanan yang lebih baik di rumah sakit kabupaten. Dari situ masalah mulai bermunculan. Supir ambulance yang terlalu lelah karena ambulance diminta bantuan mengawal takbir keliling semalam, solar yang harga di pedalaman 10 ribu per liter pun menghilang karena para penjualnya sedang mudik.Memang sih kami ada stok,tapi itupun hanya cukup untuk menyalakan mesin diesel puskesmas yang semalamnya minimal habis 10 liter sampai habis masa cuti bersama dan para penjual solar eceran sudah mulai beroperasi lagi. Jangan tanya SPBU karena yang terdekat jaraknya 5 jam perjalanan. Ada APMS sekitar 1 jam dari puskesmas tapi hanya buka sebulan 3 kali. Jangan tanya juga kenapa puskesmas tidak stok banyak-banyak solarnya,seandainya duitnya ada. Alternatif rujukan lain adalah dengan mencarter mobil yang biayanya saat lebaran ini bisa mencapai 1 juta rupiah lebih sekali jalan,itupun kalau ada, padahal pasien ini adalah pemegang kartu jamkesmas dari pemerintah yang dijanjikan pengobatan gratis. Masalah berikutnya adalah oksigen yang habis karena memang persediaan tabung yang hanya 4,itupun puskesmas selalu defisit karena tarif perda untuk pelayanan oksigen yang hanya 5 ribu per jam,tidak sebanding dengan biaya pengisian yang 200 ribu rupiah per tabung belum ongkos kirim untuk perjalanan 5 jam dan masih harus menunggu 1 minggu pengisiannya.Setelah masalah-masalah tersebut diatasi dengan mencari pinjaman solar,pinjaman oksigen dari klinik perusahaan dan memaksa supir ambulance lembur lagi, masalah berikutnya muncul. Pihak rumah sakit tidak bisa menerima pasien tersebut karena ruangan NICU di rumah sakit kabupaten penuh. Pasien diminta ke rumah sakit swasta saja,tapi duit darimana? Sedangkan untuk ambulance saja ditalangi uang puskesmas karena dana jamkesmas entah kapan cairnya. Mungkin ini beberapa hal yang harus disadari rakyat negeri ini,bahwa masalah kesehatan ini bukan cuma urusan tenaga medis harus mau dipaksa dibayar murah, tetapi lebih ke itikad baik pemerintah untuk menganggarkan dana yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Jangan pula jaminan kesehatan itu dibuat dengan seminim-minimnya dana, sehingga tenaga medis hanya menerima ribuan rupiah saja untuk pelayanannya sedangkan uang bermilyar-milyar digunakan untuk membangun kantor asuransi kesehatan yang megah. Lebih baik kantor dari dinding gedeg saja tapi pelayanan ke pasien bisa lebih baik. Saya bisa tunjukkan slip gaji junior saya yang didapat dari perusahaan asuransi milik negara yang hanya Rp.2.565,- sebulan.Ya, dua ribu lima ratus enam puluh lima rupiah sebulan, dan ini belum redenominasi mata uang. Dan itu dokter, bisa anda bayangkan lagi berapa yang didapat perawat yang kerjanya lebih melelahkan,meskipun di satu sisi tuntutan malprakteknya tidak seberat dokter. Kenapa sih saya bahas masalah uang saja, yah karena menurut saya tidak bisa tidak akar masalah utamanya adalah uang, dalam hal ini penganggaran pemerintah yang lebih adil untuk semuanya, baik pasien maupun tenaga medis(dokter,perawat,bidan,analis kesehatan,radiografer,apoteker dll). Jujur saya tidak tahu bagaimana perhitungan pemerintah dan mungkin anggota dpr yang mengetok anggaran ya. Di satu sisi pemerintah(atau bisa juga kepala daerah ya) berkoar-koar soal pengobatan gratis buat semua warga, tapi tidak dihitung kemampuan  mereka seberapa dalam memberikan pelayanan. Jumlah fasilitas kesehatan seadanya, jumlah tenaga medis seadanya, bahkan jumlah anggaran seadanya tapi bicaranya seakan-akan siap menerima berapapun yang sakit tanpa biaya apapun. Sehingga setelah masyarakat terbuai janji itu baru nanti saat ada masalah, ujung tombak inilah yang mendapat komplain masyarakat. Sudah jasa pelayanan perawat diutang, jasa rujukan diutang, jasa supir ambulan diutang dan para perawat dan supir ambulance ini yang harus menghadapi komplain masyarakat bila pelayanan tidak sesuai harapan. Yah harapan saya pemerintah dan dpr bisa lebih realistis lah. Saya sadar pengobatan gratis itu penting, dan sama seperti segala hal yang penting lainnya,harus diprioritaskan utamanya dalam hal anggaran. Jika belum ada itikad baik dari pemerintah, tidak salah rasanya jika saat ini program pengobatan gratis pemerintah ini hanyalah pemberi harapan palsu yang membuai rakyat sampai ke awang-awang sehingga harus jatuh terbentur ke tanah saat mengetahui realitas kualitas pelayanan yang disediakan pemerintah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline