Lihat ke Halaman Asli

Fransiska Irma

Psikiater/ Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

Serangan Jantung atau Serangan Panik?

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa bulan yang lalu, saya dimintakan konsul dari IGD sebuah RSUD. Seorang pasien perempuan berusia sekitar 45 tahun. Masuk ke IGD dengan gejala-gejala menyerupai serangan jantung. Pasien merasa jantung berdebar-debar sangat kencang, disertai dengan nyeri dada sebelah kiri. Selain itu pasien juga merasa kepalanya melayang, berkeringat hebat, napas memendek, perasaan mual luar biasa, hingga ia merasa akan mati. Pasien mengalami hal ini beberapa kali dalam 1 minggu terakhir, munculnya tiba-tiba, terutama ketika ia berada di rumah dan sendirian. Pasien merasa sangat tertekan dengan kondisinya, begitu pula keluarganya yang merasa sangat khawatir dengan kondisi pasien karena menduga pasien mengalami suatu masalah jantung yang serius. Pada serangan ke-4 kalinya, pasien memutuskan datang ke IGD RSUD tersebut namun setelah dilakukan berbagai pemeriksaan mulai dari pemeriksaan fisik, foto rontgen dada, pemeriksaan laboratorium, hingga EKG, tidak ditemukan suatu kelainan apapun pada pasien ini hingga akhirnya dikonsultasikan ke bagian psikiatri.

Gangguan Panik

Gangguan panik, adalah gangguan psikiatri dengan gambaran klinis yang didominasi aktivasi sistem persarafan simpatis otonom di tubuh. Sistem otonom adalah sistem tubuh yang hampir semuanya tidak dapat dikontrol secara sadar oleh otak, mempengaruhi detak jantung, saluran cerna, kecepatan pernapasan, pengeluaran air liur, dilatasi pupil mata, urinasi, dan rangsangan seksual. Gangguan ini lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan oleh pria dan sering menyebabkan pasien datang mencari pertolongan ke IGD karena mengira dirinya menderita suatu sakit fisik berat yang serius. Umumnya serangan panik pertama kali muncul di usia antara 18-24 tahun, biasanya serangan pertama didahului dengan kejadian yang memukul secara psikis yang menimbulkan respon stres hebat di dalam tubuh. Pada pemeriksaan fisik, neurologis, laboratorium, dan radiologis akan menunjukan hasil yang normal.

Pasien dapat merasakan perasaan cemas yang luar biasa hebat yang disertai dengan sekurangnya empat dari yang disebutkan berikut: adanya rasa jantung berdebar-debar hebat, berkeringat, gemetar, nafas memendek, perasaan tercekik, nyeri dada atau tak nyaman di dada, mual, sakit perut, perasaan melayang, pusing, ingin pingsan, derealisasi (dunia sekitar menjadi tak nyata) atau depersonalisasi (diri sendiri menjadi tak nyata), takut menjadi gila atau merasa tak bisa mengontrol diri, perasaan takut mati, perasaan mati rasa, kesemutan, merasa kedinginan atau kepanasan. Serangan ini umumnya berlangsungbeberapa menit hingga setengah jam lamanya, sering melanda tanpa waktu yang jelas, dan pemicunya pun sering tidak jelas. Hal ini yang sering memicu timbulnya ketakutan bagi penderitanya karena tidak dapat menduga kapan serangan berikutnya akan muncul meskipun umumnya di antara serangan, penderita tidak mengalami perasaan cemas luar biasa seperti saat serangan. Selain akhirnya datang mengunjungi IGD, dapat timbul kondisi agorafobia akibat serangan panik ini. Agorafobia adalah perasaan cemas yang berhubungan dengan ketakutan untuk berpergian sendirian atau keluar dari rumah. Penderita khawatir bahwa tidak akan ada yang menolongnya bila keluar dari rumah atau sendirian bepergian.

Faktor Biologis, Psikologis, dan Sosial

Secara biologis, diduga bahwa gangguan panik disebabkan oleh kelainan pada sistem saraf otonom atau adanya abnomalitas pada set poin di otak yang menyebabkan menurunnya ambang perangsangan cemas. Perubahan secara neurofisiologis meliputi: sensitifitas abnormal pada reseptor serotonin, adrenergik, bagian otak locus ceruleus, dan juga mempengaruhi sistem GABA. Selain itu diduga juga bahwa gangguan ini memiliki pewarisan secara genetik, meskipun teori ini masih menjadi penelitian hingga saat ini. Secara psikososial, sering terkait dengan cemas perpisahan dan sering berkaitan dengan kejadian perpisahan yang berat (misalnya: meninggalnya sanak keluarga).

Gangguan ini sering tidak berdiri tunggal namun sering merupakan bagian dari berbagai gangguan psikiatri lainnya ataupun terjadi bersama-sama dengan gangguan psikiatri lain, seperti depresi, gangguan cemas menyeluruh, dan penyalahgunaan zat.

Terapi

Terapi terbaik hingga saat ini adalah pemberian obat yang dikombinasi dengan psikoterapi CBT (Cognitive Behavioral Therapy). Tingkat kesuksesan metode kombinasi ini mencapai 60 hingga 90 persen. Obat-obat yang diberikan umumnya adalah golongan obat anti depresan dan anti ansietas. Sementara CBT terutama bertujuan untuk beradaptasi dengan kondisi serangan panik yang dialami.


Informasi pusat terapi gangguan panik dan cemas, silahkan klik di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline