Lihat ke Halaman Asli

Menjual Anak Bangsa (Lagi)?

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setelah membaca headline kompas.com pada jumat, 16 April jam 19.46 tentang kemenangan tim Indonesia pada Lomba Penelitian Ilmiah Remaja Tingkat Dunia ke-17 atau 17th International Conference of Young Scientists (ICYS) yang diikuti pelajar dari 19 negara dunia di Sanur, Bali, Saya menjadi semakin bersemangat untuk menorehkan konsep kepada dunia pendidikan di Indonesia.

Setelah pada ajang yang sama di Polandia 2009 lalu, peneliti muda Indonesia juga berhasil menjadi juara umum, tahun ini kesuksesan itu terulang lagi. Memang, dalam bidang Saya peristiwa yang terulang dua kali dengan hasil yang sama belum menjamin kepastian akan terulang lagi pada peristiwa berikutnya, dan belum bisa ditarik kesimpulan dari dua kali ulangan yang telah terjadi tersebut. Setidaknya dibutuhkan tiga kali ulangan untuk bisa memberikan kesimpulan akhir pada satu obyek yang sama. Artinya, prestasi dua kali juara umum oleh pemuda Indonesia dalam ajang tersebut belum dapat memberikan kesimpulan bahwa pemuda Indonesia lebih unggul secara intelektual dibandingkan pemuda di 19 negara peserta lainnya.

Namun demikian, setidaknya dengan dua kali torehan prestasi tersebut, berarti pemuda kita berpotensi untuk sejajar dengan pemuda di seluruh penjuru dunia, termasuk dengan pemuda dari negara-negara maju. Melihat potensi tersebut, sangat tidak wajar apabila pemerintah dalam hal ini departemen pendidikan atau departemen apapun yang merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa Indonesia tidak mendukung secara konkret dan membina secara sistematis potensi mereka. Suatu ketika saya mengikuti ceramah pejabat nomer 1 di Dikti-Depdiknas. Dengan bangganya beliau menyampaikan bahwa saat ini ada sekitar 600 sampai 1000 warga Indonesia yang bekerja sebagai peneliti maupun menempati posisi tinggi di perusahaan berbasis teknologi tinggi di berbagai negara maju di dunia. Lebih jauh lagi fisikiawan Prof. Yohanes Surya yang juga formatur Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional mengatakan, bersama para pelajar dan ilmuwan Indonesia yang berada di luar negeri pihaknya bertekad untuk mengirimkan 3.000 ilmuwan ke luar negeri setiap tahun, hingga 2030 nanti diharapkan Indonesia bisa mengirim 30 ribu ilmuwan ke mancanegara. Weleh...weleh.... Aneh.....

Sementara negara lain berkompetisi dan berusaha keras untuk mempertahankan anak bangsa yang berprestasi guna membangun bangsanya agar semakin baik. Eeehhhhh... kok kita malah bangga ngirim ahli ke luar negeri. Meskipun harapannya suatu saat akan kembali ke Indonesia. Tapi, logikanya gak nyambung! Mereka yang dikirim tentunya akan balik ke Indonesia kalau sudah tidak digunakan lagi di tempatnya bekerja, atau dengan kata lain sudah pensiun. He.he.. Bandingkan dengan China dan Jepang, dua negara itu menggebu-gebu untuk mendatangkan anak bangsa yang unggul dan dimanfaatkan negara lain untuk kembali ke negaranya, untuk mengabdi dan membangun sampai akhir hayat. Bahkan Presiden China pada tahun 2000-an (kalau tidak salah) pernah berjanji bahwa anak bangsa yang mau mengabdi kembali di China akan diupah setara dengan upah Presiden. Janji ini sudah terpenuhi. Dan nampaknya inilah yang menjadikan China dan Jepang akhir-akhir ini leading di Asia.

Kembali ke permasalahan bangsa kita yang rumit, seharusnya pemerintah mempunyai program yang jelas bagaimana mengembangkan potensi anak bangsa yang istimewa seperti ditunjukkan pada ajang ICYS ke 17 tersebut. Program tersebut harus lebih konkret, dan bukan hanya sekedar beasiswa belajar ke luar negeri (karena toh pada akhirnya akan bekerja di negara lain), namun lebih konkret daripada itu. Program yang dijalankan pemerintah jepang melalui beasiswa JSPS, Monbusho (Monbukagakusho), JASSO, dll. patut untuk dicontoh. Pemerintah memberikan beasiswa untuk peningkatan kualitas SDM warga negaranya dan mengundang orang dari seluruh penjuru dunia untuk berkompetisi dengan warga Jepang sendiri dalam hal prestasi akademik, penelitian, dsb. Bahkan program JSPS saja siap menyediakan dana milyaran rupiah untuk program tersebut. Nah... bagaimana dengan program pemerintah kita? Apakah masih tertarik menjual anak bangsa yang berprestasi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline