Lihat ke Halaman Asli

Pandapotan Silalahi

Peminat masalah-masalah sosial, politik dan perkotaan. Anak dari Maringan Silalahi (alm) mantan koresponden Harian Ekonomi NERACA di Pematangsiantar-Simalungun (Sumut).

Bagaimana Kalau Gaji Istri Lebih Besar dari Suami

Diperbarui: 1 Desember 2021   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gajian. foto | tribunjogja

Si Nunik,  seorang wanita karier yang sudah bekerja di sebuah perbankan swasta di Jakarta. Perempuan ini tergolong sudah
mapan. Bagaimana tidak, dia sudah mengabdi di perusahaan itu hampir 20 tahun. Bahkan fasilitas mobil dan rumah pun sudah
didapatkannya.

Begitulah kondisi sebuah rumah tangga masa kini. Tadinya suaminya punya usaha pabrik roti dan punya cabang di beberapa
tempat sekitar Jabodetabek. Saat itu, kondisi income (red, pendapatan) mereka cukup berimbang. Tapi sial, setahun
belakangan bisnis roti yang digelutinya terpaksa gulung tikar akibat virus Covid-19 yang mewabah negeri ini.

Suaminya tak mampu lagi membutuhi tuntutan karyawan, biaya produksi roti hingga biaya pemasaran. Di satu sisi, penjualan
roti pun drastis anjlok. Tidak ada pilihan lain, bisnis roti sang suami pun terpaksa 'gulung tikar'.

Kini, dirinya bersama istrinya dan 2 anaknya harus terus hidup. Sembari menunggu bisnis apa lagi yang kira-kira pas untuk
dimulai, ke empat orang ini kondisinya tampak baik-baik saja. Di saat istrinya pergi bekerja, mau tak mau si suami
menggantikannya menjadi 'ibu' bagi kedua anaknya. Ini berlaku sampai istrinya pulang dari kantor.

Sekali lagi, pekerjaan rumah yang sejatinya dikerjakan istrinya spontan diambil alih. Mulai dari memasak hingga bersih-
bersih rumah.  Kalau 'cugos' alias cuci gosok pakaian, memang sudah disepakati dikerjakan 'loundry'.
Begitulah kondisinya hingga kini.  Bahkan makan siang anak-anak pun mau tak mau disiapkan.

Masih Beruntung dan Bersyukur

Meski suaminya sekarang berstatus pengangguran, dalam hati dirinya masih merasa beruntung dan harus bersyukur. Sempat
terlintas dalam benaknya, bagaimana kalau keduanya (suami dan istri) sama-sama bekerja di perusahaan yang kolaps, keduanya
tentu terkena imbas PHK. 

Inilah yang dirasakan suaminya. Dirinya harus bersyukur karena masih bisa ditopang pendapatan
sang istri, meski bathinnya merasa tak enak kepada istrinya, dan seluruh keluarganya.

Rawan Konflik, Tidak juga

Mungkin ini pelajaran penting yang bisa dipetik dari kondisi rumah tangga Nunik dan suaminya. Meski disatu sisi kondratnya  sebagai pria alias kepala rumahtangga sudah sering terpinggirkan, namun keduanya berusaha menerima keadaan realita hidup. Si suami pun sembari bersabar harus mau belajar, terutama memahami situasi, begitupun si istri yang mau senantiasa bersyukur meski penghasilan suaminya sudah tak ada lagi. 

Satu hal lagi, bahwa suaminya kini sudah pintar membawa diri dan istrinya faham dengan keadaan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline