Lihat ke Halaman Asli

Pandapotan Silalahi

Peminat masalah-masalah sosial, politik dan perkotaan. Anak dari Maringan Silalahi (alm) mantan koresponden Harian Ekonomi NERACA di Pematangsiantar-Simalungun (Sumut).

Antara Novel, Kapolri dan Teroris

Diperbarui: 22 Februari 2018   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencari jejak pelaku penyiraman Novel Baswedan (sumber: in-mediation.eu)

MIRIS  menyaksikan sejumlah elemen menyambut kedatangan penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Novel Baswedan (Novel) yang tiba hari ini di tanah air, setelah menjalani proses pengobatan mata di Singapura, sejak April 2017 lalu. Hari ini, genap 10 bulan peristiwa penyiraman mata Novel oleh seseorang yang hingga kini belum jelas siapa identitasnya. 

Parah memang, ketika OTK (Orang Tak Dikenal) pelaku penyiraman mata Novel saat menunaikan shalat subuh 10 bulan lalu itu, identitas keberadaannya masih belum jelas. Pelaku hingga kini masih bebas berkeliaran!

Sengaja penulis mengambil tiga elemen di tulisan ini yakni ''Novel, Kapolri dan Teroris.'' Sejatinya Kapolri Jendral Tito Karnavian dan institusi Polri bisa menangkap pelaku penyiraman itu. Karena sudah 10 bulan lamanya. Artinya, 2 bulan ke depan, usia kasus yang tak jelas ini menjadi 12 bulan alias satu tahun. Penulis jadi bertanya-tanya. Apa sebenarnya kerja orang-orang di kepolisian itu? Sesulit apa sih menangkap pelakunya? Mengapa pelaku penyiraman wajah Novel hingga kini belum terungkap? Apakah ini bersifat politis yang kalau terungkap akan menyeret orang-orang besar di negeri ini?

Celaka 12 apabila Polri tak bisa mengungkap siapa oknum pelaku penyiraman itu! Padahal kalau pelakunya tertangkap, bisa jadi otak pelaku (aktor) di balik peristiwa itu juga bisa terungkap.

Warga Indonesia awalnya menaruh harapan dan kepercayaan kepada Polri untuk mengusut tuntas peristiwa ini. Sayangnya, khusus peristiwa Novel, jajaran institusi Polri 'mandul', tak mampu mengungkap siapa pelakunya, apalagi dalangnya. Maka tak heran, jutaan warga di negeri ini merasa kecewa terhadap kinerja kepolisian.

Penulis malah khawatir, berkaca dari persoalan ini. Bagaimana mungkin Polri dapat mengantisipasi gerakan kaum teroris yang bisa saja atau kapan saja menjalankan aksinya di negeri ini? Bagaimana mungkin Polri bisa mendeteksi pergerakan teroris itu, sementara kasus Novel Baswedan saja, kabur, tak jelas siapa pelaku penyiraman itu.

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)

Penyambutan Novel yang tiba di tanah air Kamis siang (22/2/2018) setelah berobat mata 10 bulan di Singapura, pantas dijadikan alasan kekecewaan masyarakat di negeri ini terhadap kinerja Polri. Sejumlah elemen yang menyambut Novel berteriak-teriak agar Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dibentuk. Tujuannya untuk membongkar kasus penyiraman Novel. Lagi-lagi usulan itu sebagai bentuk kekecewaan terhadap insitusi Polri. Merasakah Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahwa wajahnya sedang 'dicoreng'?

Sejatinya penulis pesimis, meski Presiden Joko Widodo nantinya merealisasikan usulan itu dan membentuk TGPF. Soalnya TGPF yang sudah dibentuk sebelum-sebelumnya juga ikut-ikutan 'mandul' Faktanya, kasus aktivis Munir seolah hilang ditelan bumi. (***)

Medan, Kamis 22 Februari 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline