Lihat ke Halaman Asli

Wanita: Pemberdaya

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suatu kali ada seorang mahasiswa yang berbincang dengan saya, katanya,”Dia melihat kampus seperti melihat pertunjukan model.” Kata-kata itu masih cukup lekat diingatan saya. Kadang kala saya berfikir,”Tempat terbaik bagi industri bermain perang adalah tubuh dan maindset wanita.” Lewat media, industri mengkonstruk bagaimana seharusnya wanita agar menjadi seorang yang dipuja. Berkulit cerah, berpenampilan menarik, berasesoris banyak, berparfum mewah, dan berbadan indah. Oleh karena itu, dapat kita lihat berapa banyak katalog yang berkaitan dengan aksesoris wanita, betapa genjarnya promosi make-up di media, dan betapa banyaknya brosur-brosur alat pelangsing tubuh dan obat-obatan untuk menunjang kecantikan wanita beredar. Tentu saja berpenampilan menarik tidaklah keliru karena penampilan yang menarik akan membuat seseorang nyaman berada di dalam forum yang sama, tetapi perlu dikritisi apabila penampilan yang menarik itu tak ditunjang kapasitas berfikir yang mewadai.

Wollstonecraft seorang feminis liberal menggagas wanita yang ideal adalah wanita yang dapat diharapkan untuk menginspirasi kerja produktif. Dengan sinisnya, ia mengungkapkan bahwa seorang wanita yang hanya menata dirinya-dalam hal ini fisik semata- seperti anggota ras bersayap, burung yang disimpan di dalam sangkar yang tidak mempunyai pekerjaan yang dilakukan selain memamerkan sayapnya, berjalan dengan keanggunan palsu dari tonggak satu ke tonggak lain. Mengkritisi pernyataan Wollstonecraft, saya cukup setuju dengan pernyataannya bahwa wanita sebaiknya mengispirasi kerja produktif. Kerja Produktif tentu saja bukan semata-mata kerja yang menghasilkan material tetapi juga kerja sosial yang membangkitkan semangat sesama untuk menjadi lebih baik dari segi berfikir maupun bertindak.

Pada akhirnya kebutuhan wanita bukanlah dipuja oleh banyak pria namun ia melahirkan genrasi yang tangguh pembentuk bangsa. Dari rahimnya putra-putri harapan bangsa akan lahir.Wanita adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya kelak. Tempat yang strategis untuk membuat sebuah peradaban. Dari penalaran, pemahaman, pengetahuan, dan juga tindakannya wanita akan lebih banyak menyalurkan intelegensi dan pilihan tindakan kepada putra-putri mereka. Singkatnya wanita sebagai media pertama yang nantinya akan membentuk karakteristik dan kemampuan nalar seseorang. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas berfikir dalam rangka mempersiapkan generasi selanjutnya, sebaiknya mulai menjadi prioritas ketimbang peningkatan penampilan meskipun tidak dinafikkan bahwa penampilan kadang kala menjadi sebuah cermin kreativitas. Dengan peningkatan kapasitas berfikir, diharapkan peranan wanita untuk memajukan bangsa dan melahirkan generasi pembaharu yang membuat bangsa ini lebih baik meningkat. Dengan demikian, wanita akan mampu menjadi pemberdaya pribadi maupun sosial. Perlu diingat bahwa wanita yang mensejarah seperti Cleopatra, Khatijah, Aisyah, Fatimah, Golda Meir, Indira Gandhi, Margaret Thatcer, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Ny. Inggit, dan R.A. Kartini bukan karena “wah”nya peampilan fisik semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline