Lihat ke Halaman Asli

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Harus Memberikan Sanksi Tegas terhadap Oknum PNS

Diperbarui: 28 Maret 2016   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Garis Sempadan Bangunan (“GSB”) sebagaimana dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan bagian III huruf C merupakan aturan yang harus dikeluarkan oleh Penguasa Wilayah (Gubernur/Bupati/Walikota) dan wajib dipatuhi oleh segenap komponen masyarakat sesuai dengan visi pembangunan di wilayah tersebut.

GSB dan Garis Sempadan Jalan (“GSJ”) adalah peraturan yang diberlakukan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (“RDTRK”) untuk wilayah yang diatur. Jadi, bisa saja ketentuan tersebut berbeda-beda masing-masing wilayah bergantung dari RDTRK yang mengaturnya. GSB adalah batas yang mana bangunan bisa dibangun secara masif. Di luar batas GSB hanya boleh dilewati oleh bagian dari bangunan yang terbuka seperti taman, teras, balkon dan sejenisnya.

GSB ditentukan oleh Pemerintah setempat berdasarkan RDRTK yang bersumber pada Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi. Sesuai Hukum Agraria Pemilik Bangunan adalah pemilik sah dari tanah/kavling yang dibangun suatu bangunan, sesuai dengan yang inginkan oleh Pemilik Bangunan. Akan tetapi, Pemilik Bangunan harus tunduk kepada peraturan pemerintah yang berlaku, karena di dalam tanah Pemilik Bangunan juga ada kepentingan masyarakat dan kepentingan Pemilik Bangunan sendiri seperti untuk resapan air sebagaimana aturan Koefisien Dasar Bangunan (“KDB”) dan Koefisien Lantai Bangunan (“KLB”) pada wilayah tersebut. GSB atau Garis Sempadan Bangunan, dibuat supaya setiap orang tak semaunya membangun sebuah bangunan. Selain itu GSB tersebut nantinya juga bergunan untuk terciptanya pemukiman yang nyaman, rapi dan aman.Membangun rumah bagaikan kita akan menyeberang sebuah jalan. Kita harus lihat kekiri dan kekanan terlebih dahulu agar selamat sampai ke seberang. Begitu juga dalam hal membangun rumah, banyak aspek yang perlu di perhatikan supaya nyaman untuk dihuni. Dalam penjelasan Pasal 13 Undang-undang No. 28 Thn 2002, Garis Sempadan Bangunan atau GSB tersebut memiliki arti sebuah garis yang membataskan jarak bebas minimum dari sisi terluar sebuah massa bangunan terhadap batas lahan yang dikuasai. Pengertian ini dapat disimpulkan bahwa GSB ialah batas bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun rumah atau gedung. 

 Namun sangat disayangkan bilamana oknum pemerintah/penyelenggara negara,masalah GSB/GSJ dijadikan alat untuk mencari celah dan/atau mencari hasil dari masalah tersebut.Bukan masalah GSB/GSJ saja yang dijadikan alat untuk memperoleh hasil,Papan SEGEL juga bisa untuk dijadikan alat untuk memperoleh sesuatu.Suku Dinas Penataan Kota Administrasi Jakarta Barat/Jakarta Selatan dan/atau Dinas Penataan Kota Provinsi DKI Jakarta beserta para pihak terkaitlah yang harusnya melakukan tindakan penertiban terhadap bangunan yang bermasalah/melanggar segala ketentuan hukum yang berlaku.Permasalah GSB/GSJ,SEGEL,SURAT PERINTAH BONGKAR dan lainnya,bukan untuk dijadikan suatu alat untuk mencari sesuatu dan/atau dijadikan ladang keuntungan. Jika tidak dilakukan pengawasan dan penertiban dengan baik, akan merusak ekosistem dan pada akhirnya akan merugikan manusia sendiri dan/atau merugikan Pendapatan Asli Daerah lewat Retribusi.

 Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) harus segera menjatuhkan sanksi tegas terhadap oknum PNS di Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Barat/Jakarta Selatan yang diduga terlibat membekingi bangunan yang bermasalah dan/atau melanggar izin. Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) harus segera memberikan pembelajaran kepada pihak Dinas Penataan Kota/Suku Dinas Penataan Kota,agar tidak tebang pilih dalam penegakan Perda. Penertiban bangunan yang bermasalah harus selalu ditindak dan tidak padang bulu/pilih kasih,apabila pihak Dinas Penataan Kota/Suku Dinas Penataan Kota tebang pilih akan selalu menimbulkan masalah.Berangkat dari sinilah Dinas Penataan Kota/Suku Dinas Penataan Kota diminta bertindak lebih arif dan bijaksana dalam bertugas menertibkan bangunan yang bermasalah “Jangan membuat Dinas Penataan Kota/Suku Dinas Penataan Kota tidak bermartabat. Misalnya Dinas Penataan Kota/Suku Dinas Penataan Kota menerima imbalan, sehingga pemilik bangunan yang bermasalah tidak ditindak. Tindakan tersebut harus dihindari,”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline