Lihat ke Halaman Asli

Dovaldo

Pekerja

Kriminalisasi Suara ( Membungkam Suara Rakyat)

Diperbarui: 10 Agustus 2024   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kriminalisasi suara adalah isitilah yang merujuk pada pandangan seseorang yang berlebihan dalam menanggapi pendapat atau kritik dari orang lain. Dengan kata lain, Kriminalisasi suara adalah sebuah istilah yang merujuk pada praktik penggunaan hukum pidana atau peraturan yang berlebihan untuk menindak atau mengintimidasi orang-orang yang mengekspresikan pendapat mereka secara bebas dan terbuka. Istilah ini biasanya digunakan dalam konteks politik atau sosial, di mana suatu kelompok kepentingan tertentu ingin membungkam kritik atau opini yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kriminalisasi suara, di antaranya:

  • Tidak adanya pemahaman tentang hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi: Beberapa pihak mungkin tidak memahami sepenuhnya hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi, sehingga merespons kritik atau pendapat yang berbeda dengan tindakan yang merugikan dan tidak memperhatikan hak-hak individu.
  • Ketidakadilan dan korupsi: Kriminalisasi suara dapat terjadi ketika pihak yang berkuasa merasa terancam oleh kritik atau opini masyarakat yang terkait dengan ketidakadilan atau korupsi. Dalam hal ini, pihak yang berkuasa dapat menggunakan kekuasaannya untuk menindas dan membatasi kebebasan berekspresi.
  • Kebijakan yang merugikan masyarakat: Ketika pemerintah membuat kebijakan yang tidak populer atau merugikan masyarakat, kritik dari masyarakat dapat dianggap sebagai ancaman terhadap keberlangsungan kebijakan tersebut. Hal ini dapat memicu tindakan kriminalisasi suara.
  • Konflik kepentingan: Terkadang, ada pihak yang merasa terancam oleh kritik atau pendapat masyarakat karena konflik kepentingan yang ada. Misalnya, pihak bisnis atau korporasi yang merasa terganggu oleh kritik terhadap praktek bisnis yang tidak etis atau merugikan masyarakat.

Dalam beberapa kasus, kriminalisasi suara juga dapat terjadi sebagai bentuk diskriminasi  terhadap kelompok tertentu yang dianggap minoritas atau berbeda dengan mayoritas dalam masyarakat. Dalam hal ini, suara atau pendapat dari kelompok minoritas tersebut dianggap sebagai ancaman terhadap ketertiban umum dan karenanya dianggap perlu untuk dihukum atau dibatasi.

Istilah kriminalisasi suara mengacu pada praktik pemerintah atau kelompok kepentingan tertentu yang menggunakan hukum atau peraturan yang berlebihan untuk menindak atau mengintimidasi orang-orang yang mengekspresikan pendapat mereka secara bebas dan terbuka. Praktik ini telah ditemukan di berbagai negara dan konteks sosial dan politik yang berbeda, dan telah menjadi perhatian utama bagi para aktivis hak asasi manusia dan organisasi non-pemerintah di seluruh dunia. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan dan kontrol terhadap penerapan hukum yang berkaitan dengan kriminalisasi suara agar tidak merugikan masyarakat dan memastikan bahwa hak-hak mereka dihormati.

Namun, tergantung pada konteksnya, istilah lain kriminalisasi suara juga dapat digunakan untuk menggambarkan praktik serupa, seperti:

  • Penghambatan terhadap kebebasan berbicara" atau "obstruction of free speech" - Istilah ini digunakan untuk menggambarkan praktik yang menghalangi seseorang untuk menyampaikan pendapat atau informasi secara bebas.
  • Kriminalisasi aktivisme" atau "criminalization of activism" - Istilah ini mengacu pada praktik pemerintah atau kelompok kepentingan tertentu yang menggunakan hukum atau peraturan untuk menekan atau mengintimidasi orang-orang yang terlibat dalam aktivisme sosial atau politik.
  • Pembatasan kebebasan berekspresi" atau "restriction of freedom of expression" - Istilah ini digunakan untuk menggambarkan praktik yang membatasi atau menghambat kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia.
  • Intimidasi politik" atau "political intimidation" - Istilah ini mengacu pada praktik pemerintah atau kelompok kepentingan tertentu yang menggunakan ancaman atau intimidasi untuk membungkam kritik atau opini yang tidak diinginkan.

Penggunaan hukum pidana atau peraturan yang berlebihan untuk menindak atau mengintimidasi orang-orang yang mengekspresikan pendapat mereka secara bebas dan terbuka adalah suatu bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Tindakan tersebut dapat merusak hukum itu sendiri karena setiap orang harus diberikan kebebasan untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa takut akan dianiaya atau di intimidasi. 

Di Indonesia kasus kriminalisasi suara masih ada yang terjadi, hal ini karena adanya sikap dari individu maupun kelompok yang merasa lebih hebat dari individu dan kelompok lainnya.  Pasal 310 KUHP dan Pasal 45 ayat 3 UU ITE menjadi senjata bagi setiap orang dan kelompok tertentu yang tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat orang lain dalam menindak dan mengintimidasi orang-orang yang mengekspresikan pendapat mereka secara terbuka. Maka  masyarakat dan pemerintah harus dapat memahami serta membedakan mana yang namanya kritik atau pendapat dan mana yang namanya penghinaan. Apalagi pihak-pihak tertentu yang dikritik, jika mereka tersinggung  pasti mereka akan mencari celah atau suatu cara untuk membungkam dan menjatuhkan orang atau pihak yang berpendapat atau mengkritik mereka demi menyelamatkan kepentingan mereka. Agar kritik yang dilakukan tidak dikatakan sebagai kriminalisasi suara, ada beberapa unsur yang dapat diperhatikan, yaitu:

  • Berdasarkan fakta: Kritik yang dilakukan sebaiknya didasarkan pada fakta yang jelas dan dapat dibuktikan. Hal ini dapat mencegah tuduhan yang tidak berdasar dan menimbulkan konflik di masyarakat. contoh, memiliki data-data yang akurat terhadap isu yang di kritik.
  • Menghormati hak asasi manusia: Kritik sebaiknya tidak melanggar hak asasi manusia, seperti hak atas kebebasan berbicara, berpendapat, dan berkumpul secara damai. Kritik yang menghormati hak asasi manusia dapat memperkuat sistem demokrasi dan menghindari tindakan represif yang merugikan masyarakat.
  • Bersifat konstruktif: Kritik sebaiknya bersifat konstruktif dan memberikan solusi atau alternatif yang membangun. Hal ini dapat meningkatkan kualitas pemerintahan dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
  • Tidak merugikan pihak lain: Kritik sebaiknya tidak merugikan pihak lain, seperti merusak nama baik atau kepentingan pribadi. Kritik yang dilakukan dengan cara yang tidak merugikan pihak lain dapat menciptakan lingkungan yang sehat untuk berdiskusi dan berdemokrasi.
  • Tidak disertai dengan ancaman atau kekerasan: Kritik sebaiknya tidak disertai dengan ancaman atau kekerasan. Hal ini dapat merugikan keamanan dan stabilitas di masyarakat.

Setiap orang diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatnya masing-masing. Akan tetapi, masih banyak setiap orang maupun kelompok yang masih tidak mau terima dengan pendapat orang lain. Bahkan ada juga individu maupun kelompok tertentu tidak mau memberikan kesempatan kepada individu atau kelompok tertentu untuk menyampaikan aspirasinya dalam memberikan solusi terhadap isu yang dibahas. Apalagi jika itu didalam suatu instansi  yang  lima tahun sekali dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu, kriminalisasi suara dapat dianggap sebagai tindakan yang menunjukkan sikap otoriter dan intoleran terhadap kritik dan opini yang berbeda. Sikap seperti ini dapat membahayakan demokrasi dan kebebasan berekspresi di masyarakat. 

Diharapkan dalam menghadapi kritik haruslah terbuka dan responsif terhadap masukan dan saran dari masyarakat. Sikap ini menunjukkan komitmen untuk memperbaiki  kinerja dan kebijakan pemerintah dalam membangun hubungan yang positif dengan masyarakat.  Hal ini karena dalam konteks demokrasi, sikap terbuka dan responsif adalah penting untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan harmonis di masyarakat.  Perlu adanya pengawasan dan kontrol terhadap penerapan hukum yang berkaitan dengan kriminalisasi suara agar tidak merugikan masyarakat dan memastikan bahwa hak mereka dihormati, serta dalam memberikan kritikan dan pendapat diperlukan menjaga bahasa dan penyampaian dalam hal menyampaikan kritik dan pendapat. Supaya tidak terjadi salah paham. Semuanya kembali dari individu dan kelompok dalam menanggapi aspirasi yang diterima. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline