Istilah sekolah favorit sempat menjadi polemik di tanah air. Salah satu argumen pendasarannya adalah kata favorit dihilangkan guna memberikan penekanan bahwa tiap sekolah, terlebih khusus sekolah negeri, itu mempunyai potensi yang sama.
Namun, niat perubahan di atas kertas itu selalu sulit terjadi di lapangan. Tak sedikit yang masih berpresepsi untuk sekolah-sekolah tertentu sebagai sekolah kategori favorit. Kategori ini tak terbatas pada sekolah-sekolah negeri, tetapi juga sekolah-sekolah swasta.
Faktor status favoritnya ditentukan oleh tingkat minat pendaftar pada sekolah-sekolah tersebut. Minat itu hadir karena pengakuan dan kapasitas pada sistem sekolah yang berkualitas dan hasil yang diperoleh bagi para siswa selama dan sesudah proses belajar.
Karenanya, banyak orangtua yang berlomba-lomba dan berupaya untuk menempatkan anak mereka di sekolah-sekolah tersebut. Upaya itu dibarengi dengan kesediaan untuk membayar uang sekolah yang terbilang tinggi.
Menyikapi besarnya antusias orangtua dan banyaknya pendaftaran siswa, tak sedikit sekolah yang masuk kategori "favorit" harus melakukan ujian seleksi masuk.
Tujuannya agar sekolah itu benar-benar menerima siswa yang masuk kriteria yang telah ditetapkan sekolah dan tanpa pandang pilih dalam penerimaan siswa.
Untuk itu, menjadi menantang saat orangtua menghadapi kenyataan bahwa anaknya tak lulus atau gagal dalam proses seleksi masuk sekolah tersebut.
Pada tempat pertama, pastinya ada rasa sedih yang bercampur kecewa pada sisi orangtua dan anak karena alih-alih mengharapkan anaknya masuk sekolah tersebut, namun si anak gagal di ujian seleksi.
Di sisi lain, kegagalan itu perlu disikapi secara bijak. Kalau kembali lagi pada polemik tentang penghilangan status sekolah masuk kategori favorit, maka kegagalan dalam ujian seleksi bisa disikapi dengan pikiran jernih.
Tiap sekolah itu sama. Yang paling penting dari proses pendidikan selalu bergantung pada anak dan orangtua.