Prestasi sebuah tim sepak bola tak bisa dibeli dengan uang, tetapi dibangun oleh sebuah proses yang relatif panjang.
Pernyataan ini sekiranya bisa berkaca pada klub-klub di liga-liga top Eropa yang dipunyai oleh pengusaha kaya.
Manchester City yang dikuasai oleh pengusaha asal Timur Tengah harus menunggu hampir satu dekade setelah dipunyai oleh pengusaha kaya untuk menjadi juara Liga Champions Eropa.
Sementara itu, Paris Saint Germain yang juga dipunyai oleh pengusaha kaya asal Timur Tengah sampai saat ini belum sukses di Liga Champions Eropa.
Oleh sebab itu, jumlah kekayaan bukanlah salah satu takaran dari kesuksesan. Semua hal ditentukan oleh proses. Proses itu melibatkan kepercayaan dan kesabaran pada pelatih untuk menerapkan taktiknya dengan tepat.
Barangkali hal itu perlu diberlakukan untuk Chelsea yang memecat Mauricio Pochettino dari kursi pelatih ketika musim Liga Inggris 2023/24 berakhir. Padahal, Pochettino baru semusim di Chelsea.
Apalagi, pemecatan itu rada aneh dan mengejutkan apabila menimbang dari performa Chelsea di paru kedua musim Liga Inggris musim 2023/24.
Dari 15 laga terakhir di Liga Inggris, Chelsea mampu meraih 14 kemenangan dan 1 kali kalah. Bahkan, di lima laga terakhir hingga akhir musim, Chelsea meraih 100 persen kemenanga.
Akibatnya, Chelsea berada di posisi ke-6 klasemen akhir Liga Inggris dan mendapatkan satu tiket bermain di Piala UEFA pada musim depan.
Selain itu, prestasi Chelsea bersama Pochettino di musim pertama tak terlalu buruk. Di kompetesi domestik, Pochettino mampu mengantarkan Chelsea ke final Piala Carabao dan semifinal Piala FA.
Memang, performa Chelsea di Liga Inggris pada musim ini, terlebih khusus di awal musim hingga memasuki para kedua begitu anjlok. Dari 38 laga yang dimainkan selama satu musim, Chelsea menang 18 kali, 9 kali seri dan 11 kalah.
Chelsea seperti tim berbaju mahal, tetapi bermental lemah di awal musim ini.
Efeknya, Chelsea gagal bersaing di empat besar. Terlihat juga sulit masuk 10 besar.