Dari kota Labuan Bajo sampai kota Ruteng, tiga jam lebih perjalanan, ada satu hal yang saya perhatikan sepanjang perjalanan. Menjamurnya baliho politik baik dari partai politik maupun calon legislatif mulai caleg dari pusat sampai level daerah.
Baliho politik itu terletak di beberapa titik. Umumnya, titik yang terjangkau oleh keramaian seperti pertigaan atau perempatan jalan, pasar, dan terminal.
Tanda keberadaan baliho politik itu sangatlah jelas membahasakan situasi yang sementara terjadi, yang mana kita menghadapi masa-masa menjelang tahun politik 2024. Baliho politik merupakan salah satu instrumen yang dipakai untuk memberikan informasi tertentu kepada publik.
Akan tetapi, sejauh pengamatan pribadi, tak sedikit baliho yang sedikit atau minim pesan politik. Dalam mana, hanya menampilkan foto si caleg, partai pengusungnya, nomor urut, dan kalimat mohon dukungan atau mohon doa.
Sangat jarang menemukan baliho yang menyampaikan pesan politik yang menyiratkan secara singkat tentang visi dan misi yang mau diemban sebagai caleg.
Barangkali tak begitu menjadi persoalan saat si caleg sudah dikenal rekam jejaknya atau popular di mata masyarakat. Walau demikian, masih perlu adanya pesan politik yang tersampaikan lewat baliho.
Oleh sebab itu menjadi tantangan bagi mereka yang baru terlibat dalam kontestasi politik. Baliho yang minim pesan politik itu akan sangat sulit menarik perhatian. Apalagi ada banyak baliho yang menampilkan hal yang sama.
Dengan ini, tak cukup hanya menyampaikan nama atau mencantumkan foto. Paling tidak, ada pesan politik berupa slogan tertentu yang mana sesuai dengan kebutuhan dan konteks masyarakat yang berlaku sebagai pemilih.
Saya ingat fenomena lagu dari salah satu partai di Indonesia. Lagu dari partai tersebut menjadi viral lantaran liriknya yang enak, gampang diingat, dan sesuai dengan selera masyarakat. Efeknya nama partai ikut dikenal.
Sama halnya dengan slogan politik dari para politikus. Mestinya mereka memiliki slogan politik di setiap baliho yang mereka tempatkan.