Barangkali kekalahan Liverpool dari Wolves (0-3) di Stadion Molineux (4/2/23) tak terlalu mengejutkan. Pasalnya, performa Liverpool di beberapa laga terakhir, atau pada musim ini umumnya tak begitu meyakinkan.
Tercatat Liverpool sudah kebobolan 27 gol dari 20 laga. Lalu, belum pernah menang di lima laga terakhir di Liga Inggris.
Liverpool tertahan di posisi ke-10 klasemen sementara Liga Inggris. Dua kesempatan meraih trofi sudah raib dari tangan Moh Salah dan kawan-kawan.
Peluang yang paling nyata hanyalah Liga Champions Eropa, namun situasinya begitu rumit apabila menimbang performa Liverpool sejauh ini.
Liverpool merosot tajam di musim ketujuh Jurgen Klopp sebagai pelatih. Sangat sulit untuk menilai Klopp sebagai salah satu sebab utama dari kemerosotan Liverpool.
Yang paling nyata adalah sebab perubahan skuad yang berujung pada perubahan permainan tim. Orientasi Klopp dalam membeli pemain memang tak berbeda jauh dari filosofi permainnya, gegenpressing, terlebih khusus para penyerang seperti Darwing Nunez, Cody Gakpo, dan Luiz Diaz yang dibeli satu musim terakhir.
Hal itu tampaknya hanya berlaku untuk lini depan. Dalam mana, ketika Sadio Mane memilih hengkang ke Bayern Muenchen, Klopp menutup lubang yang ditinggalkan dengan membeli Darwin Nunez dari Benfica.
Sayangnya, Nunez tak tampil konsisten hingga pertengahan musim ini. Lantas, Klopp membeli Gakpo dari PSV untuk menguatkan lini serangan. Namun, langkah itu pun masih mentok, di mana dari 6 laga yang dimainkan oleh Gakpo, belum tercatat satu pun gol dan assist.
Ternyata, permainan Liverpool tak sepenuhnya ditentukan oleh lini depan. Lini tengah menjadi salah satu lini yang timpang di Liverpool. Fabinho yang biasanya dinobatkan sebagai gelandang jangkar mengalami kemerosotan. Kecepatannya menurun kala menghalau serangan balik lawan.
Sama halnya Thiago. Selain persoalan cedera yang kadang menghantui pemain timnas Spanyol, juga soal kecepatan dalam menjawab tuntutan taktik. Thiago memang piawai dalam mengatur aliran bola dan mengatur tempo permainan.