Barangkali Paris Saint-Germain (PSG) merupakan salah satu tim yang "sakit hati" kala melihat prestasi Thomas Tuchel di Liga Champions bersama Chelsea pada musim 2020/21. Betapa tidak, Thomas Tuchel yang baru dipecat tahun 2020 dari kursi pelatih PSG direkrut oleh Chelsea beberapa bulan kemudian.
Penciuman Chelsea lebih tajam dari PSG. Andaikata Tuchel yang berhasil membawa PSG ke final Liga Champions tahun 2020 dipertahankan semusim lagi, barangkali cerita PSG agak berbeda di Liga Champions.
Namun, PSG kurang sabar dengan pelatih asal Jerman ini. Alih-alih memecat Tuchel demi perbaikan performa PSG, malah Mauricio Pochettino gagal mempertahankan trofi Liga Prancis dan di Liga Champions.
Jadinya, pemecatan Tuchel adalah kehilangan besar dan pergantian Pochettino bukanlah solusi. Tak ayal, hal ini bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam mengevaluasi keberhasilan PSG pada musim ini.
Ya, Pochettino mendapat tugas yang lebih besar pada musim ini. Tugasnya adalah mengantarkan PSG ke panggung juara Liga Champions. PSG sudah menginvestasi banyak uang dengan mendatangkan dan menampung banyak pemain bintang.
Di awal musim, PSG didatangi oleh beberapa pemain top. Mulai dari Lionel Messi, Sergio Ramos, Donnarumma, Hakimi, dan Wijnaldum. Menimbang nama-nama ini, tak ada alasan bagi Pochetino untuk tidak sukses di PSG.
Pendeknya, Pochetino adalah kunci kesuksesan PSG terlebih khusus di Liga Champions. Barangkali ini pun menjadi alasan PSG menolak pinangan Real Madrid untuk membeli Kylian Mbappe.
Kendati Mbappe berstatuskan bebas transfer musim depan, paling tidak PSG bisa memanfaatkannya servisnya untuk semusimnya lagi. Terutama memainkannya bersama Neymar dan Messi.
Selain itu, Pochettino menjadi kunci kesuksesan karena dia adalah pelatih yang mengatur para pemain. Sangat sulit mengatur tim yang terdiri dari para pemain bintang.
Butuh mentalitas baja agar bisa berelasi baik dengan para pemain dan menghadapi konfrontasi dengan para pemain bintang yang bisa saja tidak puas dengan keputusan pelatih.