Lihat ke Halaman Asli

Gobin Dd

TERVERIFIKASI

Orang Biasa

Belajar Agama, Bukan Sekadar Dihafal tapi Dihidupi

Diperbarui: 24 November 2020   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pelajaran Agama. Sumber foto: Pexels.com

Masih terekam jelas dalam ingatan saya ketika belajar agama di kelas 3 SD. Agama Kristen Katolik. 

Salah satu kebutuhan agar bisa berhasil belajar agama adalah menghafalkan beberapa doa dari sebuah buku. Ini juga menjadi kriteria untuk bisa lolos agar bisa menjalani salah satu upacara di gereja. Kemudian, satu per satu kami, siswa harus menunjukkan kemampuan hafalan kami di depan guru agama. 

Yang mempunyai kemampuan menghafal yang baik tentu tidak bermasalah. Bagi yang tidak, mereka harus bekerja ekstra keras. Biasanya malu kalau gagal karena tidak bisa menghafal doa-doa itu. 

Kebetulan saya gagal di beberapa doa. Guru agama meminta saya untuk kembali di pekan berikutnya guna memperbaiki kesalahan saya. Selama sepekan, saya berusaha untuk menghafal beberapa doa yang belum saya ketahui. Reputasi seolah dipertaruhkan. Kalau gagal lagi, saya bisa menjadi buah bibir, bukan hanya di sekolah tetapi di antara tetangga. 

Usaha saya tidak sia-sia. Saya lolos setelah membuktikan diri bahwa saya bisa menghafal dan melafalkan doa-doa itu di depan guru agama. Ini pun melapangkan saya untuk ikut serta menjalani salah satu upacara penting di gereja.  

Namun, apa yang terjadi setelah beberapa minggu, pekan, dan bahkan tahun. Saya hanya mengingat doa-doa dasar, yang umumnya biasa dipakai di gereja dan dalam keseharian. Selebihnya doa-doa lain sudah menguap dari pikiran bersama waktu. Sudah lupa. Hafalan beberapa tahun silam seolah sia-sia. 

Menghafal doa-doa hanyalah salah satu metode dari pelajaran agama. Bukan standar utama untuk menilai keberhasilan seorang siswa sebagai seorang beragama. 

Tak jarang hal yang sama juga terjadi pada pelajaran-pelajaran lain di sekolah. Tanya jawabnya dipenuhi dengan pilihan ganda dan bernuansa hafalan. Gagal menghafal bisa berujung pada kegagalan dan bahkan cemohan. 

Kegagalan seorang siswa dalam pelajaran agama kadang menjadi bahan cemohon. Toh, pelajaran agama kerap dipandang sebagai pelajaran yang paling gampang. Pasalnya, apa yang terkandung di dalam pelajaran agama adalah bagian dari kehidupan agama harian. Bahkan sebelum masuk sekolah seorang anak sudah diperkenalkan dengan kisah-kisah di dalam Kitab Suci.  

Saat seorang juga mendapat nilai bagus dari pelajaran agama, tidak sedikit orang menganggapnya sebelah mata. Pelajaran agama terbilang gampang. Siapa saja bisa mendapat nilai bagus. Bahkan nilai pelajaran agama dinilai sebagai salah satu nilai yang bisa mengimbangi pelajaran-pelajaran berat di sekolah.

Pelajaran agama bukan soal sulit atau gampangnya. Juga, bukan soal menghafal dan hafalan di depan guru. Pelajaran agama di sekolah menyankut hidup harian seorang siswa sebagai seorang yang beragama. 

Untuk konteks Indonesia, umumnya seorang siswa sejak bangku TKK atau pun SD, bahkan sejak lahir, sudah diikat dengan agama tertentu pada identitas diri. Dengan kata lain, agama orangtua sudah otomatis menjadi agama anak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline