Lihat ke Halaman Asli

Gobin Dd

TERVERIFIKASI

Orang Biasa

Jubah Putih yang Tidak Menyucikan

Diperbarui: 18 November 2020   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Pixabay.com

Pembicaraan tentang kesuciaan selalu bermuara dari relasi kita dengan Sang Khalik. Setiap agama mempunyai caranya masing-masing dalam mengekspresikan relasi dengan Yang Ilahi.

Meski berbeda ekspresi, tujuannya hampir serupa, yakni Sang Khalik yang berada di luar jangkaun indra manusiawi kita. Juga, ekspresi itu berupaya untuk menunjukkan kebaikan Sang Khalik.   

Relasi itu terbentuk dari dalam hati dan lewat pikiran kita. Hati seyogianya menjadi kediaman Yang Ilahi.

Sebagai akibat, gerak laku, pikiran, dan tutur kata merupakan pancaran dari keberadaan Yang Ilahi yang berdiam di dalam diri kita. Kita menjadi suci karena kita menunjukkan kebaikan Sang Khalik kepada sesama. Konsekuensinya, kita tidak menjadi suci ketika kita menunjukkan kejahatan dan menghendaki keburukan terjadi sesama.  

Barangkali ini terlalu ideal dan sulit untuk dipraktikkan. Selalu butuh latihan khusus dan berlangsung terus menerus. Tidak sekali jadi. Bisa dikatakan menjadi suci merupakan upaya sepanjang hidup di dunia.

Bahkan orang yang sudah akrab dengan pelbagai cara hidup agama dan menjalankan macam-macam formasi spiritual masih berjuang dan sulit untuk menjadikan diri mereka sebagai kediaman final dari Sang Khalik. Selalu ada celah, di mana hati dan pikiran terkontaminasi oleh kejahatan. 

Ini tidak lepas dari kelemahan manusiawi. Kelemahan ini kerap menjadi tantangan yang bisa mempengaruhi kita untuk ikut arus yang salah. Juga, ini bisa menyebabkan hati terpenjara pada hal-hal yang jahat. Karenanya, upaya untuk mengontrol kelemahan diri sama halnya upaya menuju kesucian.

Makanya, diri kita seyogianya terus diperbaharui. Hati dan pikiran kita harus diasupi dengan hal-hal positif. Hemat saya, setiap agama mempunyai pelbagai cara agar melatih hati dan pikiran sebagai sumber kebaikan Sang Ilahi.

Andaikata setiap penganut beragama sungguh-sungguh menjalankan cara-cara keagamaan itu, hemat saya, keharmonisan bukan sekadar wacana dan ideal semata.  

Bertolak lebih jauh, kita juga bisa katakan bahwa pakaian kita hanya faktor tambahan dalam menentukan kesucian. Jubah putih pun demikian. Malah jubah putih akan ternoda kalau hati dan pikiran dipenuhi kebencian. Jubah putih hanya sebagai hiasan ketika hati dan pikiran menghendaki keburukan terjadi pada diri sesama.

Pakaian bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan kesucian seseorang. Pakaian bukanlah standar untuk menilai seseorang itu jahat dan baik. Boleh jadi, orang berpakaian amburadul lebih spiritual daripada yang berpakain agamis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline