Pandemi korona masih bergelayut di bumi Nusantara. Pasien terus bertambah. Jumlah pasien yang meninggal dunia meningkat. Begitu pula, jumlah pasien yang sembuh.
Data per hari ini (15/7), menunjukkan bahwa ada tambahan 1,522 kasus. Dengan ini, kasus Covid-19 di Indonesia sudah melebihi 80,000 kasus. Dari jumlah ini, tingkat kematian mencapai 3,797 orang dan yang dinyatakan sembuh 39,050 pasien.
Dari data ini, kita bisa melihat bahwa Indonesia masih berada dalam situasi yang cukup serius. Belum ada tanda-tanda yang jelas kapan pandemi ini menurun. Malahan, yang terjadi jumlah kasus terus meningkat.
Ini menjadi pekerjaan besar, bukan hanya buat pemerintah, tetapi masyarakat secara umum. Kesuksesan dalam menangani pandemi bergantung pada keselarasan antara cara kerja pemerintah dalam penanganan pandemi dengan tanggung jawab masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan.
Di balik angka kasus korona yang terus meningkat ini di Indonesia, Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Terawan Agus Putranto mengganti beberapa istilah yang melekat dengan situasi pandemi korona.
Melansir berita dari Kompas.com (14/7), pergantian istilah ini digariskan lewat penerbitan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Adapun beberapa istilah yang diganti. Orang dalam pemantauan (ODP) diganti dengan istilah kontak erat, pasien dalam pengawasan (PDP) dengan kasus suspek dan Orang tanpa gejala (OTG) dengan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).
Ketika istilah-istilah baru masuk, masyarakat juga perlu menyesuaikan diri. Sudah terbiasa dengan ODP, PDP, dan OTG, kali ini masyarakat harus mengakrabi diri dengan istilah-istilah baru.
Memang, hanya perubahan istilah. Secara umum, makna yang terkandung di dalamnya sama. Hanya persoalannya, pada level masyarakat. Tingkat pemahaman masyarakat berbeda-beda. Berganti istilah bukanlah perkara gampang. Masyarakat perlu menyesuaikan diri dengan istilah-istilah baru.
Tidak bisa diragukan, istilah-istilah medis sangatlah penting. Tujuannya, agar yang awam dengan dunia medis, termasuk saya, bisa diarahkan. Dengan istilah-istilah itu, kita bisa tahu klasifikasi tertentu dan bagaimana memahami, menjelaskan, dan membedakan sebuah situasi dalam konteks tertentu.
Selain itu, hemat saya, pergantian istilah ini seyogianya dibarengi dengan harapan baru. Istilah berganti, sistem kerja lebih baik, dan hasil di lapangan juga ikut membaik. Namun, saat pergantian istilah tidak dibarengi dengan sistem kerja dan hasil di lapangan. Jadinya pergantian istilah ini seolah untuk memenuhi tuntutan administrasi.