Anggap saja kita menderita korona. Demikian pernyataan seseorang di salah satu stasiun TV Filipina. Dia mengatakan bahwa kita mengenakan masker dan mengikuti aturan seolah-olah kita sementara menderita Covid-19. Menganggap diri sebagai pasien korona, walau sebenarnya tidak ada.
Memosisikan diri seolah-olah sebagai pasien korona, mau tidak mau mesti mengenakan masker dan mengikuti aturan medis. Pada saat kita mengenakan masker, pada saat itu pula kita melindungi orang lain. Pada saat kita mengikuti aturan medis, pada saat itu pula kita menjaga diri sendiri dan tidak membiarkan orang lain dari keterjangkitan virus korona.
Pada satu sisi, apa yang disampaikan itu mempunyai poin positif. Dalam mana, kita mungkin perlu menempatkan posisi diri kita sebagai salah seorang yang menderita korona. Mungkin dengan ini, tingkat kesadaran pada bahaya dari penyakit korona bisa meningkat. Kita memberikan perhatian pada diri kita sendiri, sembari berupaya melindungi orang lain.
Sering kali terjadi orang tidak mau peduli ketika persoalannya masih jauh dari diri. Di saat situasi masih aman, orang cenderung berbuat seenaknya saja. Orang akan merasa menyesal dengan apa yang terjadi saat dia sudah berhadapan dengan persoalan itu.
Pada beberapa hari terakhir ini, kita dihadapkan dengan tagar "Indonesia Terserah." Tagar ini menunjukkan pernyataan sikap tim medis atas apa yang sementara terjadi di tengah masyarakat. Mentalitas yang ditunjukkan oleh sebagian masyarakat seolah tidak memberikan apresiasi pada upaya dan perjuangan yang sementara dilakukan oleh tim medis.
Di banyak rumah sakit di tanah air, banyak tim medis berjuang. Mengorbankan waktu, tenaga, perasaan dan bahkan nyawa mereka demi menangani virus korona.
Sementara itu, pada level masyarakat, ada yang seolah tidak peduli pada situasi yang terjadi. Masih banyak orang keluar rumah dan membanjiri tempat-tempat publik tanpa peduli pada situasi yang terjadi.
Hemat saya, mentalitas ini tidak lepas dari pola pikir. Pola pikir yang menganggap remeh tentang persoalan krisis yang sementara terjadi. Pola pikir yang merasa diri hebat dan kebal dari krisis. Pola pikir yang menilai persoalan krisis sebagai tanggung jawab sebagain orang, dan bukannya tanggung jawab bersama.
Coba kita membangun pola pikir bahwa kita seolah menjadi pasien korona. Pada saat kita memosisikan diri sebagai pasien korona, kita juga mesti mempertimbangkan efek penyakit itu bukan saja untuk diri kita sendiri, tetapi untuk orang lain.
Pada saat itu, barangkali kita mulai peduli pada diri kita sendiri. Tentunya, sebagian besar dari kita cemas menghadapi kematian. Dengan pola pikir seperti ini, kita membangun kesadaran diri. Menjaga kesehatan pribadi sebagai cara menjaga sesama yang lain.
Di balik menyeruak tagar "Indonesia Terserah", kita juga dihadapkan dengan tagar "Jangan mudik dulu." Persoalan mudik di tengah situasi pandemi sudah lama menjadi topik yang didiskusikan. Bahkan bukan pada level diskusi. Presiden sendiri sempat menghimbau masyarakat untuk tidak melakukan mudik selama masa pandemi.