Lihat ke Halaman Asli

Gobin Dd

TERVERIFIKASI

Orang Biasa

Memperkirakan "Efek Kejut" Setelah Masa Karantina Dilonggarkan

Diperbarui: 19 April 2020   11:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situasi pengecekan di Filipina selama masa karantina. Sumber foto ABS-CBN.news

Lebih dari sebulan, masyarakat Filipina, terlebih khusus yang tinggal di pulau Luzon berada dalam status karantina. Rencana awal pemerintah hanya berlangsung sebulan. Dari tanggal 14 Maret hingga 14 April. Namun, rencana itu berubah karena perkembangan situasi yang terjadi.

Hingga hari ini, korban Covid-19 terus bertambah. Data per 19 April 2020, jumlah kasus Covid-19 di Filipina sudah mencapai 6087 dengan 397 kematian dan 516 yang dinyatakan sembuh (bdk. www. worldometers. com).

Melonggarkan dan mengakhiri aturan masa karantina bisa berarti membuka peluang untuk menambah lebih banyak banyak korban Covid-19. Makanya, pihak pemerintah memperpanjang masa karantina.

Di balik keputusan perpanjangan ini, pemerintah berjanji untuk bekerja ekstra. Targetnya, pada tanggal 30 April pun menjadi hari terakhir dari masa karantina. Namun, ini bisa saja berubah bergantung pada situasi yang terjadi.

Mencermati berita yang ditayangkan di stasiun TV beberapa hari terakhir, keputusan untuk melonggarkan masa karantina pada 30 April bisa saja terjadi. Keputusan itu ditandai dengan perlahan-lahan membuka sektor-sektor yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi.

Tentunya, ini merupakan kabar baik. Masa karantina akan segera berlalu. Seorang teman pun mengirimkan pesan singkat. Katanya, "bersabar karena waktu tinggal sedikit lagi untuk mengakhiri masa karantina". Pesan singkat ini menunjukkan ketidaksabaran untuk segera keluar dari situasi karantina.

Namun, saya secara pribadi merasa sedikit cemas di balik keputusan melonggarkan masa karantina. Keputusan ini bisa saja menimbulkan efek kejut. Efek kejut ini hadir lewat reaksi masyarakat yang seolah terbebas dari "masa penjajahan."

Pasalnya, selama masa karantina, kebebasan masyarakat seolah terkekang. Upacara pesta pernikahan, hari ulang tahun, piknik bersama keluarga dan kegiatan hiburan lain tidak mendapat tempat. Waktu bepergian dan berada di luar rumah pun terbatas. Padahal, hal-hal ini sudah sangat lekat dalam kehidupan masyarakat.

Ini ditandai dengan pelanggaran yang terjadi selama masa karantina. Pelanggaran-pelanggaran ini menunjukkan karakter masyarakat. Situasi sosial dan budaya telah membentuk karakter masyarakat.

Pada saat situasi berubah, misalnya situasi baru di masa karantina, muncul penolakan dan pemberontakan. Penolakan dan pemberontakan itu berujung pada aksi pelanggaran.  

Saya pernah menulis di Kompasiana beberapa pekan lalu tentang situasi di China setelah pemerintah melonggarkan aturan lockdown. (Baca: Ketika Aturan Lockdown Dilonggarkan, Ini Yang Dilakukan oleh Masyarakat China, Kompasiana 7/4/2020)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline