Polemik pembebasan tahanan di Indonesia menghiasi halaman media beberapa hari terakhir. Pelbagai alasan dikemukan sebagai pembenaran atau juga penolakan kalau keputusan pembebasan itu diambil.
Melansir Kompas.com (1/4/2020), ada sekitar 30,000 narapidana dewasa dan anak yang akan dikeluarkan dari penjara.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, keputusan itu bisa diambil menimbang situasi penyebaran virus Corona yang sementara terjadi di Indonesia.
Tentunya, membiarkan para tahanan tinggal bersesakan bisa memungkinkan penyebaran virus Corona di penjara. Pilihan membebaskan beberapa tahanan bisa menjadi salah satu kemungkinan yang bisa diambil.
Persoalan pembebasan narapidana bukan saja terjadi di Indonesia. Di negara Kolombia, para tahanan sempat melakukan protes kepada otoritas negara itu.
Alasan protes itu karena ketidakyakinan pada fasilitas yang dimiliki di penjara dalam melawan penyebaran virus Corona. Protes ini pun berujung maut. Beberapa tahanan harus dilumpuhkan karena berpeluang melarikan diri.
Pemerintah Inggris dan Wales juga melihat kalau penjara bisa menjadi tempat yang sensitif dalam penyebaran virus Corona. Karena situasi ini, menteri keadilan setempat berencana membebaskan 4000 tahanan (BBC.com 5/5/2020)
Meski demikian, ini bukan pembebasan total. Pemerintah memiliki kriteria tertentu dalam membebaskan para tahanan ini.
Misalnya, tahanan yang mempunyai hukuman dua bulan atau kurang dari dua bulan, mereka akan dibebaskan tetapi dalam ijinan yang sementara.
Selain itu, tahanan yang mempunyai masalah ringan dibebaskan tetapi mereka akan dideteksi keberadaan mereka dengan sistem elektronik. Ada waktunya mereka dipanggil kembali kalau ada hal-hal yang berhubungan dengan mereka.
Mereka yang tidak akan dibebaskan adalah para tahanan yang melakukan kejahatan sexual, kekerasan pada anak dan melakukan pelanggaran serius kepada negara.