Lihat ke Halaman Asli

Gobin Dd

TERVERIFIKASI

Orang Biasa

Ketika Kekayaan Bukanlah Ukuran Kesuksesan!

Diperbarui: 12 Oktober 2019   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto by BBC Money.com

Menjadi sukses adalah impian kita pada umumnya. Pertanyaannya, apa standar utama kita menjadi sukses?

Tiap orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang ukuran kesuksesan. Ada yang melihat kesuksesan dari segi gelar pendidikan. Ada yang menganggap kesuksesan karena pancapaian status tertentu.

Ada pula yang menilai kalau kesuksesan itu terjadi saat sudah mempunyai banyak uang dan harta. Pendek kata, tiap orang mempunyai standar tersendiri dalam menilai kesuksesan.

Standar kesuksesan itu pun menjadi motor bagi setiap orang untuk bertindak dan berpikir. Seperti misal, standar kesuksesan kita adalah mencapai gelar pendidikan tertentu. Karena standar ini, kita berusaha sedemikian untuk mencapai gelar pendidikan itu.

Sebut saja, kita ingin menjadi seorang doktor dalam bidang ilmu tertentu. Karena keinginan ini, kita belajar dengan tekun, melakukan penelitian dengan sungguh-sungguh dan mencari universitas terbaik.

Pastinya, saat impian ini tercapai, kita menjadi senang dan puas. Tidak jarang juga, kita menceritakan kesuksesan itu pada orang lain guna mendapat pengakuan.

Ada sebuah prinsip hidup yang sangat menarik dari masyarakat Swedia pada umumnya. Mereka menyebut prinsip hidup itu dengan "Jantelagen".

Maddy Savage dalam artikelnya, "Jantelagen: Why Swedes won't talk about wealth," (bdk. BBC.com 10/10/19) mengulas dengan cukup luas tentang prinsip hidup ini.

Maddy Savage mengatakan kalau di beberapa negara, ukuran kesuksesan diukur oleh nilai pendapatan dan jumlah kekayaan tertentu, tetapi dalam budaya Swedia, nilai pendapatan dan kekayaan itu tidak akan di bicarakan. Masyarakat Swedia tidak terlalu peduli untuk berbicara seberapa banyak pendapatan yang diperoleh oleh seseorang.

Apa yang dimaksud dengan Jantelagen?
Maddy Savage menguraikan artikelnya bertolak dari pandangan ahli budaya yang tinggal selama sepuluh tahun di Stockholm, ibukota Swedia.

Adalah Lola Akinmade Akerstrom, yang merupakan ahli budaya Swedia melihat kalau pembicaraan mengenai uang dan kekayaan bukanlah topik yang menyenangkan bagi orang Swedia umumnya. Bahkan masyarakat Swedia menganggap kalau pembicaraan mengenai uang dan kekayaan terasa asing bagi mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline