Persoalan yang dialami oleh Pasha “Ungu” membangkitkan tanda tanya bagi para pemimpin yang mempunyai dobel peran. Antara berperan sebagai pemimpin politik dan memainkan peran-peran lainnya. Karena persoalan Pasha sementara hangat, saya coba melihat sisi lain dari itu. Di sini saya tidak melihat soal apakah ijinan Pasha ke luar negeri benar atau tidak. Sebenarnya saya mempertanyakan motivasi kaum publik seperti Pasha “Ungu” masuk dunia politik.
Kalau mau mencari popularitas lewat jalur politik Pasha sebenarnya sudah terkenal. Bahkan dengan musik Pasha jauh lebih terkenal bila dibandingkan hanya menjadi seorang wakil walikota semata. Lewat lagu-lagunya Pasha sudah cukup membuat ribuan hati para penggemar keok. Namun, belum tentu penampilan di atas panggung dan sihir lagunya berdampak sama pada model kepemimpinannya.
Masuknya Pasha ke dunia politik memberikan signal kalau menjadi politikus itu adalah salah satu pilihan atau juga panggilan hidup. Konsekuensinya bisa bermacam-macam. Menimbang Pasha adalah seorang artis, maka pilihan dan panggilan ini bisa saja mengorbankan panggilannya sebagai seorang artis guna mencurahkan perhatiannya pada dunia politik. Tentu bukan keputusan yang gampang. Di lain pihak, situasi pun rumit untuk memainkan dua peran pada saat yang sama. Terlebih lagi dua peran itu berseberangan satu sama lain. Itu tidak hanya menyulitkan sang pemimpin tetapi juga menyulitkan rakyat yang dipimpin. Bisa jadi, karena peran lain, rakyat menjadi korban.
Coba bayangkan saat rakyat membutuhkan kehadiran seorang pemimpin ke tengah mereka, tetapi ternyata beliau sedang berada di luar kota karena urusan konser, bisnis pribadi dan lain sebagainya.
Dunia hiburan dan dunia non politik mempunyai aturan mainnya sendiri. Saya ambil contoh dunia hiburan musik. Suara yang bagus, lagu-lagu melankolis dan dentuman musik bisa saja menyenangkan hati para pendengar. Alhasil, banyak orang yang merasa terhibur, puas dan senang.
Sementara dunia politik memiliki aturannya sendiri. Sebagai pemimpin politik, dia mempunyai rakyat. Kalau di dunia hiburan publik bisa digoda dengan dentingan musik, di dunia politik berbeda. Faktor keartisan dan popularitas belum tentu menjamin kepuasan publik. Rakyat tidak hanya butuh hiburan. Rakyat juga butuh komitmen politik. Dalam arti, saat terpilih menjadi wakil rakyat atau pemimpin rakyat, dengan itu dia menjadi milik rakyat. Di balik itu semua, dia mesti rela menanggalkan atribut-atribut yang bisa mengganjal komitmennya sebagai seorang pemimpin. Di sinilah letak tantangan untuk seorang pemimpin dobel peran.
Saya kira persoalan Pasha hanya secuil persoalan bagi pemimpin yang bermain di dua ranah yang berbeda. Bukan hanya konteks artis seperti Pasha. Juga bisa terjadi pada pemimpin yang berasal dari kalangan pengusaha dan dunia non politik lainnya. Tentunya, seorang pengusaha sukses akan sulit melepaskan perannya sebagai seorang pengusaha dan pada saat yang sama sebagai pemimpin politik. Ini bisa terjadi, tetapi pemisahannya sangat sulit. Kalau tidak dipisahkan bisa jadi kepentingan politik terkontaminasi motif bisnis atau juga kepentingan politik diabaikan demi kepentingan usaha.
Berhadapan dengan pemimpin peran ganda, salah satu pertanyaan yang muncul adalah “bagaimana dia bisa memisahkan perannya?” Saya kira sulit untuk memisahkan peran-peran itu. Hanya sang pemimpin yang bisa memutuskan. Apalagi sebelum masuk dua politik, peran yang satunya sudah begitu berakar di dalam diri sang pemimpin.
Namun kalau ingin mempertaruhkan komitmen, sang pemimpin harus berani memilih satu di antara dua. Dalam konteks politik, memilih menjadi pemimpin politik dan mengabaikan peran-peran lainya seperti sebagai artis, pengusaha, penyanyi dan lain sebagainya.
Kecuali kalau peran itu menopang tugas sebagai pemimpin politik. Contohnya adalah pengambilan kebijakan tertentu berdasar pada pengalaman selama menjadi seorang artis atau pengusaha. Bukan sebaliknya, peran politik digadai dan terbaikan karena peran lama.
Persoalan izinan Pasha ke Singapura mungkin hanya secuil dari pertanyaan tentang posisi Pasha sebagai seorang pemimpin politik yang berasal dari kalangan artis. Ini juga menjadi alarm bagi kita untuk melihat (calon) pemimpin kita. Entahkan para pemimpin sungguh-sungguh berperan sebagai pemimpin politik atau lebih bermain dengan peran-peran lainnya.***