Lihat ke Halaman Asli

Kesetaraan dan Pemberdayaan Perempuan Jadi Isu Utama Selama RI Menjadi Presidensi G20

Diperbarui: 2 September 2022   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada tanggal 1 Desember 2021 Indonesia akan mulai menjabat sebagai Presidensi G20 sampai akhir tahun 2022. Kesetaraan dan pemberdayaan perempuan adalah salah satu isu yang akan diangkat dan dipromosikan oleh Indonesia selama menjabat menjadi Presidensi G20.

Jakarta (VOA)-Dian Triansyah Djani, Penasehat Khusus Menteri Luar Negeri untuk Isu-isu Prioritas di G20, menjelaskan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan adalah salah satu isu utama yang akan diangkat Indonesia selama menjabat menjadi Presidensi G20. Selama masa jabatan Presiden G20, Indonesia akan melangsungkan tiga pertemuan terkait perempuan, salah satu diantaranya Women 20.

"Isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di tingkat global adalah isu yang perlu terus kita perjuangkan. W20 berperan penting dalam memastikan perttimbangan dan perspektif gender harus diutamakan di berbagai diskusi di dalam G20," kata Triansyah Djani.

Menurut Triansyah Djani, ada banyak isu perempuan yang bisa dibahas selama Presidensi Indonesia di G20 seperti sektor tenaga kerja, pandemi COVID-19 dan sebagainya. Pemerintah Indonesia ingin agar isu-isu yang dibahas di G20 akan dapat dirasakan oleh sebanyak mungkin masyarakat di seluruh dunia, tambahnya.

Ketua Women20, Hadriani Ulitiur Ida Silalahi menjelaskan tentang kekerasan berbasis gender dan diskriminasi terhadap perempuan masih berlangsung sampai saat ini, di mana satu dari tiga perempuan di dunia mengalami kekerasan berbasis gender. Forum Ekonomi Dunia bahkan mencatat sekitar 33 ribu anak perempuan menikah dini setiap harinya.

Mengutip data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, Hadriani mengatakan tahun lalu hampir 300 ribu laporan kasus kekerasan terhadap perempuan. Dan juga banyak korban yang tidak melapor atau tidak memiliki akses untuk melapor.

"Dengan data-data berikut ini, benar terlihat betapa pentingnya upaya penghapusan diskriminasi demi mencapai kesetaraan perempuan. Keadaan yang setara bagi perempuan dapat mempromosikan pemberdayaan perempuan. Perempuan yang berdaya dapat berkontribusi secara maksimal kepada masyarakat luas baik dengan pndidikannya dan kemampuannya," kata Hadriani.

Meski 35,07 persen dari 270,2 juta penduduk Indonesia merupakan perempuan berusia produktif tetapi tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, tambah Lenny.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2020 memperlihatkan tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki sebanyak 82,41 persen, sedangkan perempuan 53,13 persen.

Lenny menjelaskan sebagian besar usaha yang dilakukan perempuan merupakan usaha berskala kecil dan berbasis rumahan. Perempuan mengalami banyak kesulitan dalam mempertahakan dan mengembangkan usahanya dibanding laki-laki, di antaranya karena norma gender yang tidak setara, tingginya beban pengasuhan anak mesti dilakukan perempuan serta rendahnya akses terhadap aset produktif.

Di samping itu, perempuan kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan keterampilan, terbatasnya akses terhadap finansial, kurangnya mentor dan jaringan serta kebijakan-kebijakan yang tidak ramah gender, lanjut Lenny.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline