[caption caption="ilustrasi dari www.ledisia.com"][/caption]Isu kesetaraan gender telah merebak luas di masyarakat dan diterima oleh umum. Kaum perempuan yang dahulu sering dianggap warga kelas dua, kini sudah mulai mendapatkan kesetaraan haknya, baik di bidang sosial, budaya, hukum, hingga politik. Kemajuan pesat ini terutama terjadi di daerah perkotaan.
Meskipun begitu, sepertinya gender laki-laki tetap menjadi yang teristimewa, apalagi kalau sudah bicara soal keturunan, terutama di kalangan budaya patrilineal. Kalau keluarga tersebut belum memiliki anak laki-laki, rasanya seperti masih punya hutang. Banyak pasangan suami istri yang beberapa kali berupaya menambah keturunan, tetapi yang dilahirkan lagi-lagi anak perempuan. Kalau sudah begitu, istri sering kali merasa bersalah, meskipun mungkin suami tidak melontarkan kekecewaannya secara langsung.
Pandangan negatif dan kalimat menyudutkan dari keluarga besar, tetangga, dan masyarakat sekitar semakin menambah beban istri. Kalau suami pun sampai ikut menyalahkan istri, diperlukan tenaga ekstra untuk meyakinkan diri sendiri dan orang lain di sekitar bahwa itu tidak selalu menjadi kesalahan istri. Karena kalau tidak dapat mempertahankan diri, rumah tangga pun mungkin tidak akan bertahan. Tidak jarang suami menikah kembali hanya untuk mendapatkan keturunan laki-laki.
Hal itu bukan melulu karena keinginan dari diri suami, tetapi juga didorong oleh keluarga besar, bahkan dari ibu mertua, yang notabene adalah juga seorang perempuan.
Nah, sebelum meyakinkan diri (baik suami maupun istri) dan keluarga besar untuk mempertahankan upaya mendapat keturunan laki-laki, perlu diketahui bagaimana proses terjadinya anak laki-laki. Pada dasarnya, proses akhir spermatogenesis laki-laki akan menghasilkan sel sperma dengan dua macam kromosom gen, yaitu kromosom seks jenis X dan Y.
Di sisi lain, proses akhir oogenesis perempuan akan menghasilkan sel ovum dengan kromosom seks yang sama, yaitu X dan X. Hal ini juga kembali kepada genotip kromosom sel tubuh laki-laki yaitu, 46 XY, dan genotip sel tubuh perempuan, 46 XX.
Setelah terjadi hubungan suami-istri, maka jutaan sel sperma bermigrasi menuju rahim, kemudian bertemu dengan sel ovum. Sel sperma saling berkompetisi untuk menembus dinding luar ovum. Hanya ada satu sel sperma dengan kualitas terbaik dan terkuat yang mampu menembus dinding ovum dan berhasil membuahinya.
Pada saat itulah, terjadi pertemuan kromosom antara sperma dan ovum. Apabila sperma berkromosom seks jenis X membuahi sel ovum yang sudah pasti berkromosom X, maka didapat embrio bayi berjenis kelamin perempuan. Tetapi, jika sperma berkromosom Y membuahi ovum berkromosom X, maka akan didapat embrio bayi laki-laki. Maka, sel ovum hanya akan menunggu di dalam rahim, apakah sperma berkromosom seks X atau Y yang akan membuahinya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemegang kendali dalam menentukan jenis kelamin anak adalah sperma dari suami.
Mengetahui proses tersebut, tidaklah etis menyalahkan suami atas kekecewaan karena tidak mendapat anak laki-laki. Pada dasarnya, baik anak laki-laki, maupun perempuan, keduanya sama-sama berharga. Lagipula, masih ada upaya yang dapat dilakukan untuk mempunyai keturunan laki-laki apabila memang sangat menginginkannya.
Pertama, cobalah untuk berhubungan seksual pada saat istri sedang dalam masa subur, yaitu saat ovulasi (keluarnya sel ovum dari ovarium). Ovulasi terjadi 14 hari sebelum hari pertama haid berikutnya plus minus 1 hari. Oleh karena itu, penting bagi istri untuk mengetahui durasi siklus haid (normalnya 21-40 hari) dan mencatat secara teratur kapan hari pertama haid terakhir. Dengan begitu, dapat diperkirakan kapan masa suburnya, dengan cara menghitung tanggal kemungkinan akan haid bulan berikutnya, dikurangi 14 hari plus minus 1 hari.
Mengapa dipilih waktu untuk berhubungan seksual pada saat ovulasi? Hal ini disebabkan karena sel sperma yang berkromosom Y (penentu jenis kelamin laki-laki) mampu berenang lebih cepat menuju sel ovum, tetapi tidak mampu bertahan lama di dalam saluran reproduksi perempuan. Sel sperma yang berkromosom X (penentu jenis kelamin perempuan) berenang lebih lambat, namun mampu bertahan lebih lama di dalam saluran reproduksi wanita. Dengan begitu, diharapkan sel sperma berkromosom Y yang mampu bergerak lebih cepat, langsung bertemu dengan ovum dan membuahinya, karena sperma berkromosom Y tidak mampu bertahan lama. Sementara sperma berkromosom X masih tertinggal dibelakang karena geraknya yang lambat.