Lihat ke Halaman Asli

Dora Anggraini

Mahasiswi Pendidikan Matematika Unissula 2021

Eksplorasi Etnomatematika Seni Barong Blora

Diperbarui: 10 November 2024   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Matematika menjadi mata pelajaran yang sampai saat ini jarang disukai siswa. Bayangan rumus dan angka seakan-akan membuat matematika begitu menyeramkan. Tapi, faktanya memang demikian. Ada beberapa factor yang menyebabkan matematika tidak disukai siswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Hasil penelitian Anggareni, dkk (2020) menyatakan bahwa Faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan siswa kesulitan belajar matematika yaitu Faktor internalnya adalah sikap siswa,minat belajar, motivasi siswa, dan kemampuan penginderaan, sedangkan factor eksternalnya adalah strategi pembelajaran, peralatan belajar, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Mereka menambahakan bahwa upaya yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa ketika kesulitan adalah dengan memberikan dorongan dan motivasi sehingga siswa tumbuh rasa ketertarikan untuk belajar matematika dengan lebih baik lagi. Upaya yang dilakukan oleh siswa sendiri yaitu dengan mengikuti les, dan upaya yang dilakukan oleh orang tua adalah dengan memberi motivasi dan mendampingi anaknya belajar untuk mengatasi kesulitan belajar matematika. Hal ini selaras dengan hasil studi pustaka Budiyani, dkk (2021) yang menyatakan bahwa Motivasi belajar akan selalu berbanding lurus dengan Hasil belajar matematika, Siswa dengan motivasi belajar siswa menjadi fator terbesar dalam keberhasilan pembelajaran. Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi akan menghasilkan hasil belaja yang baik, sedangkan siswa dengan motivasi belajar rendah akan berpengaruh pada hasil belajar yang juga rendah, Motivasi belajar tidak hanya bersumber dari diri sendiri (instrinsik) tetapi juga dari orang lain baik itu keluarga, sahabat, guru, masyarakat dan lain-lain (ekstrinsik). Sebagai guru yang menjadi salah satu sumber belajar siswa, menuntuk guru untuk kreatif dan inovatif dalam menciptakan pembelajaran matematika dengan menarik dan menyenangkan. Salah satunya dengan mengaiktkan pembelajaran matematika dengan kehidupan sehari-hari, lewat etnomatematika.

Menurut Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Budi Nurani Ruchjana, M.S., etnomatematika merupakan kajian yang mengaitkan hubungan antara matematika dan budaya. Konsep ini dinilai lebih mudah diterapkan untuk pengajaran matematika kepada siswa. Sedangkan menurut Dosen Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri  Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan, Etnomatematika biasa dikenal dengan pembelajaran matematika yang mengaitkan unsur-unsur budaya dalam menanamkan konsep-konsep matematika. Pada dasarnya matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Budaya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang secara langsung dapat menanamkan konsep matematika kepada peserta didik dan mengantarkan pembelajaran matematika suatu pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa etnomatematika adalah matematika yang dikaitakan dengan kebudayaan adat istiadat setempat, sehingga menciptakan pembelajaran matematika yang lebih bermakna.

Banyak sekali etnomatematika yang dapat kita temukan di Indonesia. Salah satunya pada seni barong kabupaten Bora. Berdasarkan hasil penelitian Rahayu, dkk (2019) tentang konsep apa saja yang ada dalam kesenian barongan di Kabupaten Blora menghasilkan Etnomatematika dalam seni barongan dapat ditemukan pada pola ukiran topeng, motif dan bentuk kostum, serta bentuk dan pola motif pada peralatan seni barongan. Unsur geometri yang terdapat di dalamnya mencakup geometri dua dimensi (bidang datar) seperti trapesium sama kaki, segitiga sama sisi, segitiga sama kaki, segitiga siku-siku, segitiga sembarang, persegi, persegi panjang, jajar genjang, layang-layang, dan lingkaran. Selain itu, terdapat juga geometri tiga dimensi (bangun ruang), seperti prisma segitiga, limas segitiga, bola, tabung, dan kerucut. Geometri transformasi yang ada meliputi rotasi (perputaran), refleksi (pencerminan), translasi (pergeseran), dan dilatasi (pembesaran/pengurangan ukuran).

            Etnomatematika pada topeng Bujangganom mencakup dua konsep matematika yang terlihat dari motif atau pola topengnya, yaitu konsep layang-layang dan jajar genjang. Jarik mengandung lima konsep matematika, yaitu persegi panjang pada bentuknya, serta segitiga, rotasi, refleksi, translasi, dan dilatasi yang terdapat pada motif persegi pada jarik.

Krincingan atau gelang kaki mengandung empat konsep matematika: trapesium sama kaki pada bentuknya, bola yang terlihat pada lonceng kecil yang melekat di gelang kaki, serta konsep setengah bola, yang meliputi kerucut dan segitiga siku-siku.Selain itu etnomatemtika pada seni barong juga terdapat pada alata musiknya.

Sampur mengandung satu konsep matematika, yaitu persegi panjang yang terlihat dari bentuknya. Borosamir mengandung enam konsep matematika, termasuk segitiga sama kaki pada ujungnya, trapesium sama kaki pada bagian tengah, persegi di bagian bawah, serta layang-layang pada motifnya. Lingkaran terlihat pada manik-manik yang digunakan, dan refleksi dapat dilihat dari keseluruhan motif borosamir.

Kalung mengandung tiga konsep matematika: refleksi dari keseluruhan motifnya, lingkaran pada manik-manik, serta segitiga sama kaki yang tampak pada motif bagian tengah kalung. Ikat pinggang mengandung empat konsep matematika, yaitu persegi panjang pada bentuknya, jajar genjang dan lingkaran pada pola atau motifnya, serta translasi yang terlihat dari motif pada ikat pinggang.

Sompyang mengandung tiga konsep matematika: segitiga pada bagian atasnya, persegi panjang pada bagian bawah, dan refleksi pada motifnya. Ikat kepala mengandung satu konsep matematika, yaitu segitiga sama sisi yang terlihat dari bentuk ikat kepala itu sendiri.

 Alat musik kendang mengandung tiga konsep matematika, yaitu jajar genjang dan segitiga sama kaki pada motifnya serta lingkaran pada permukaan yang ditabuh. Alat musik tenor memiliki tiga konsep matematika, yakni lingkaran, persegi panjang, dan tabung. Pola lingkaran terlihat pada permukaan tenor yang dipukul, persegi panjang pada bagian selimut tabung, dan secara keseluruhan bentuknya menyerupai tabung. Alat musik simbal memuat dua konsep matematika: lingkaran pada lempengan simbal dan limas segitiga pada kaki tiga yang menopang lempengan tersebut. Alat musik gedhok mengandung satu konsep matematika, yaitu kerucut terpancung yang terlihat dari bentuk gedhok itu sendiri.

Alat musik kenong mengandung dua konsep matematika, yaitu lingkaran dan persegi. Lingkaran terlihat pada permukaan kenong, sedangkan bentuk persegi terlihat pada penyangga kenong. Alat musik kempul memiliki satu konsep lingkaran, yang tampak pada permukaan kempul itu sendiri. Alat musik bonang mengandung satu konsep matematika, yaitu persegi panjang, yang terdapat pada bentuk penyangganya.

Alat musik demung mengandung satu konsep matematika yang tercermin dalam susunan lempengan secara keseluruhan pada alat tersebut. Alat musik saron memuat satu konsep trapesium sama kaki, yang terlihat dari bentuk susunan lempengan pada alat saron. Alat musik kecrek mengandung dua konsep matematika, yakni segitiga siku-siku dan prisma segitiga; pola segitiga tampak pada permukaan kecrek, sementara bentuk keseluruhannya menyerupai prisma segitiga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline