Lihat ke Halaman Asli

Dony Dwi Prasetya

orang yang hobinya nulis dan denger lagu

Negara yang Katanya Kaya

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara kita adalah Negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi, katanya orang-orang jaman dulu. Kalo ditilik dan dilihat julukan itu sebenarnya ada benarnya juga. Jaman dulu tanah-tanah kita masih subur, kalo Koes Plus bilang tongkat kayu aja bisa jadi tanaman. Sepenggal lirik itu sebenranya bisa menggambarkan alangkah suburnya negeri kita ini. Harga-harga sembako seharusnya bisa terjangkau oleh rakyat kecil. Menurut logika saja, seharusnya jika tanah subur maka hasil produksi akan meningkat, dengan meninggkatnya hasil produksi maka akan ada surplus produksi. Keadaan ini bisa memenuhi kebutuhan produksi dalam negeri, sehingga kita g perlu impor-impor dan tergantung sama dollar. Keadaan sekarang yang ada adalah para petani aja masih merasa kekurangan, kehidupan para petani tak ada yang menjamin. Seharusnya para petani kita itu juga termasuk pahlawan, mereka mengorbankan dirinya sendiri untuk berpanas-panasan saat para pejabat sedang tertwa di ruangannya yang ber-AC. Para petani rela makan sehari sekali untuk memenuhi perut kita-kita ini yang bisa makan sehari 3 kali. Ah, jangan sehari 3 kali lah, pkoknya sampek kenyang aja perutmu. Coba tho lihaten kurang berkorban gimana para petani kita. Tapi gitu kok ya masih ada aja yang memandang para petani itu sebelah mata. Heran seheran-herannya heran, kalo g ada petani, kalian mau mbadog apa coba.

Sebenarnya kekayaan kita ini percuma dan sia-sia saja, tanah kaya bahan tambang tapi cuma berapa persen yang masuk ke Negara. Pertmbangan banyak tersebar di Indonesia ini, tapi semuanya milik luar negeri. Kekayaan kita tak dapat kita manfaatkan secara maksimal untuk mensejahterakan rakyat. Seandainya kita ibaratkan itu seperti kita memiliki pacar yang cantiknya atau nggantengnya sadubillah, tapi kita cuma memiliki raganya saja sedangkan nyawa dan hatinya dimiliki lelaki lain. Coba kalian bayangkan kurang ngenes gimana lagi. Yah, seprti itulah keadaan kita dan kekayaan yang terdapat di dalamnya. Ketika ditanya alasannya mengapa hal seperti ini bisa terjadi. Kebanyakan akan menjawab bahwa peralatan kita kurang canggih, teknisi kita kurang mumpuni. Gimana mau canggih dan mumpuni, lha wong uang untuk pendidikan aja kadang sering diungkret. Kalo pendidikannya benar, ya sepertinya skill teknisi-teknisi lulusan kita tak kalah bersaing kok. Sepertinya ada alasan lain yang melatar belakangi semuanya itu. Ini ni cetakan-cetakan dari pelajran yang salah kaprah. Sedari dulu dalam pelajran sejarah dan kewarganegaraan kita selalu dicekoki dengan pendapat bahwa kita itu dijajah 350 tahun. Jadi ya jiwa kita ini udah mungkret duluan kalo berhadapan dengan pihak asing. Seandainya kita dulu diajarkan bahwa kita itu berjuang selama 350 tahun, pasti hasilnya ya beda. Sekali lagi, bidang pendidikan perlu pembenahan bukan perubahan. Belum dibenahi dengan benar kok ujug-ujug minta perubahan, ya hasilnya akan sama aja. Mbok yo mikir dulu.

Sering kita lihat berita tentang pertentangan antara penduduk sekitar dengan instansi-instansi terkait mengenai daerah tambang. Terkadang sering pula kita lihat berita tentang perusahaan-perusahaan tambang yang tertangkap melakukan penyuapan untuk mendapatkan ijin. Nah lho, coba diperiksa lagi kira-kira semua perusahaan tambang itu udah mendapatkan ijin secara benar belum. Takutnya mereka juga menyuap ijin mereka. Udah barang tambangnya dirampok, ijinnya g bener, keuntungan yang didapet sedikit, kok yo nelongso temen Negara ini ya. Sepertinya bener juga yang dibilang Dalang edan Sujiwo Tejo kalo penanganan korupsi Negara ini harus disamakan dengan penanganan teroris. Tapi kalo kita liat kejadian terror bom atau sebut saja teroris di Indonesia itu ada yang lucu, lho. Isu teroris akan tumbuh subur dan menguak ke permukaan kalo ada isu besar yang menyangkut pejabat Negara, bener tidak ?. Sampek saya sendiri ikut-ikutan sok mikir dengan otak yang seadanya ini. Jangan-jangan Teroris juga ikut-ikutan dipelihara oleh Negara, selain fakir miskin dan anak terlantar yang dipelihara oleh Negara. Sekali lagi ini cuma pemikiran dari otak yang pas-pasan, lho ya. Benar atau tidaknya belum dibuktikan, kalo perlu pembuktian ya silahkan lihat di media-media berita yang ada. Kira-kira udah berapa lama media-media itu berpuaasa g ada kabar soal teroris.

Sekali lagi ini cuma pikiran dari orang yang berotak pas-pasan, belum ada bukti otentik. Kalo mau bukti ya silahkan cari sendiri, kan kata Bapak Presiden rakyat Negara ini sudah cerdas-cerdas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline