Beberapa hari belakangan ini media dihebohkan oleh adanya kegiatan hijrah massal yang dilakukan oleh masyarakat Watubonang Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo. Aneh dari hijrah massal ini adalah dilakukan oleh 52 warga di desa tersebut tanpa ada sebab yang jelas.
Selain hijrah mereka juga menjual seluruh aset yang dimiliki mulai dari ternak, sawah, ladang, rumah dan aset yang lainnya. Rumor yang beredar mereka pindah ke Kabupaten Malang untuk mengikuti kiai yang dianut ajarannya.
Fenomena ini sebenarnya bukan kali pertama di Indonesia, sempat menjadi viral juga kasus gafatar 2016 lalu yang juga menyeret pengikutnya untuk mengikuti gerakan yang dianggapnya akan membawa kemakmuran untuk pengikutnya. Kasus tersebut berakhir dengan dibubarkannya sebagai gerakan yang membahayakan NKRI.
Kembali kepada kasus hijrah massal, ketika dilihat dari sosial ekonomi warga Watubonang kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani. Dari segi geografis letaknya berada di daerah pedesaan yang subur dan perbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur.
Dengan kondisi sosial ekonomi tersebut mudah sekali untuk menanamkan paham kepada masyarakat. Karena masyarakat lebih mempercayai figur yang dikagumi daripada nalar, ilmu agama, dan ilmu pengetahuan.
Kemudian kesesatan pikir ini tidak segera disadari oleh aparat pemerintah sehingga tumbuh subur sehingga menanamkan paham yang melenceng dari ajaran yang sesungguhnya menjadi ajaran yang menyesatkan. Mestinya hal itu bisa diantisipasi oleh pemerintah dan warga sekitar ketika telah ada ajaran yang menyesatkan sehingga selanjutnya dapat segera diantisipasi.
Di era yang serba canggih ini sebenarnya kasus seperti tak seharusnya terjadi. Kini banyak sekali media yang dapat diakses untuk memperoleh penjelasan dan materi mengenai kebenaran suatu fenomena.
Sudah bukan zamannya penyesatan-penyesatan pikir ini merajalela. Agar tidak mudah terjerat dengan ajaran-ajaran yang menyesatkan maka lakukan hal berikut ini;
Pertama, berpikir logis. Penyesatan-penyesatan yang terjadi di Indonesia rata-rata didominasi oleh pemikiran yang tidak logis. Misal membayar utang dengan surat utang yang diterbitkan sendiri, atau juga mencapai kemakmuran dengan cara yang instan dan sejenisnya. Jika ada penawaran seperti itu berpikirlah logis, jangan mudah menerima ajaran-ajaran yang menyesatkan.
Kedua, tanyakan pada ahlinya. Jika paham yang diajarkan tentang agama maka tanyakanlah pada orang yang mengerti agama untuk memperoleh pencerahan. Usahakan dari beberapa tokoh untuk memvalidasi pencerahan yang diberikan. Jangan hanya pada satu tokoh agar mendapat pemahaman yang yang komprehensif.
Ketiga, Budayakan literasi. Jika ada penanaman paham yang melenceng maka segeralah untuk mencari aneka referensi terkait ajarannya. Tujuannya agar bisa mendapatkan pemahaman mengenai ajarannya dari sumber bacaan. Untuk memilih media referensi juga carilah yang kredibel sehingga dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan kebenarannya.