Lihat ke Halaman Asli

DONY PURNOMO

Pengajar dan Penulis

Media Darling, Antara Netral dan Memihak?

Diperbarui: 1 Februari 2019   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Ilustrasi Media Darling (Sumber: hearsaypr.com)

Istilah media darling sudah akrab dalam kehidupan kita. Istilah ini menjadi populer pada saat pemerintahan era SBY yang banyak menyoroti kegiatan SBY.  Kemudian berkembang lagi saat Jokowi menjabat sebagai gubernur DKI. Sehari-hari media dihiasi oleh pemberitaan jokowi mulai dari kegiatan pribadinya hingga blusukannya ke berbagai daerah di Jakarta.

Media darling makin akrab saat BTP menjabat sebagi gubernur DKI Jakarta. Setiap hari pemberitaan juga dihiasi oleh pemberitaan BTP dengan berbagai kegiatannya. Mulai dari kegiatan pribadinya di rumah maupun berbagai kegiatannya melayani masyarakat Jakarta. Pada saat itu BTP menjadi sosok yang digandrungi media hingga akhirnya terhenti saat BTP tersandung kasus penistaan agama.

Media darling biasanya memberitakan seseorang dalam intensitas tinggi dalam pemberitaannya. Tokoh yang diberitakan positif akan menjadi positif didalam pemikiran masyarakat begitu juga sebaliknya. Sehingga media darling ini memiliki peran yang penting dalam membentuk mindset di masyarakat.

Fenomena media darling sebenarnya bukanlah hal yang salah, melainkan perlu penyikapan yang bijaksana dari media yang bersangkutan. Media darling akan menajdi berbahaya ketika yang diberitakan bersifat subyektif untuk memenuhi pesanan-pesanan oknum tertentu untuk kepentingan politik. Mengapa berbahaya? karena para penerima berita seolah menjadi konsumen yang hanya menerima berita tanpa ada kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Bagi masyarakat awam pemberitaan media darling yang tidak netral akan membetuk mindset seolah berita itu benar adanya karena telah dimuat di media. Mereka mempercayai berita begitu saja. Padahal, kenyataannya tidak sepenuhnya benar sehingga masih memerlukan literasi untuk mengklarifikasi kebenaran berita yang dimuat di media.

Sebenarnya berita yang disuguhkan media darling dengan mudah untuk dilacak kebenarannya melalui pemberitaan media lain. Namun, tidak semua masyarakat memiliki kemampuan literasi dan waktu yang diluangkan untuk menggali informasi dari sumber yang lain. Akibatnya media darling menjadi satu-satunya rujukan berita tanpa melihat berimbang tidaknya isi pemberitaan media.

Seiring perkembangannya media darling yang tidak netral akan berakibat ditinggalkannya media itu karena semakin banyak orang faham dengan informasi yang semakin berkembang pesat dan mudah untuk diakses. Dengan kemampuan literasi ini dan keterbukaan informasi akan bisa membedakan media yang obyektif dan tidak obyektif.

Semoga masyarakat semakin dewasa dan cerdas dalam memilih sumber informasi, sehingga masyarakat semakin kritis dalam menelaah sebuah berita yang disuguhkan oleh media. Sehingga pemahaman yang diperoleh masyarakat menjadi berimbang untuk dapat memutuskan berita yang diterima benar atau salah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline