Bencana alam tsunami yang menerjang Banten dan Lampung Selatan pada sabtu (22/12) lalu masih menyisakan duka bagi bangsa Indonesia. Ratusan nyawa melayang dan ribuan orang terluka akibat bencana yang datang tiba-tiba.
Kini banyak berita berseliweran di media massa baik cetak maupun elektronik. Media sosial sosialpun tak mau ketinggalan dengan memposting dan membagikan berbagai informasi bencana. Berbagai gambar,berita dan informasi dengan mudahnya berpindah dari satu gawai ke gawai yang lainnya tanpa filter.
Blog abal-abal pun dengan gencarnya menulis ini itu mengenai bencana tsunami tanpa menuliskan sumber dan menganalisis sesuka hatinya. Seolah lupa jika para keluarga korban bencana alam masih berduka dengan adanya peristiwa bencana alam itu.
Untuk menyikapi itu sebagai penikmat dan pengguna teknologi diera digital ini harus bijaksana dalam hal memposting dan membagikan peristiwa bencana alam. Ada beberapa hal yang tidak diperbolehkan sebagai wujud etika dalam memanfaatkan media.
1. Membagikan foto korban
Banyak sekali dimedia sosial foto-foto yang beredar mengenai korban bencana. Salah satunya adalah AA jimi yang turut menjadi korban. Dalam foto itu disandingkan saat AA jimi masih hidup dan saat ditemukan di lokasi bencana.
Foto yang dibagikan secara tidak langsung akan membuat keluarga korban menjadi semakin terpuruk dalam kesedihan karena teringat dengan para korbannya. Jika menemukan hal seperti itu bagaimana langkahnya? jika kita mampu minta untuk menghapus postingan itu. Jika tidak mampu usahakan jangan ikut membagikan foto tersebut agar kita tidak turut memperburuk suasana.
2. Asal membagikan berita
Saat menerima berita apapun jangan asal dibaikan tetapi lihat dahulu apakah hoax atu berita memang benar. Bagaimana mengeceknya? mudah saja dengan car mengeceknya dengan menggunakan kata kunci via google. Jika informasi itu dikeluarkan oleh lembaga resmi pemerintah maka bisa dipercaya dan bisa dibagikan.
3. Menyebut bencana sebagai azab
Banyak postingan yang menyebutkan bencana sebagai azab. Bencana bukan semata-mata azab melainkan musibah. Dengan menyebutnya sebagai azab seolah semua korban terkena azab karena dosanya. Ini akan menyakiti hati para korban dan keluarga korban.