Lihat ke Halaman Asli

DONY PURNOMO

Pengajar dan Penulis

Indonesia Gagap Bencana (Lagi)

Diperbarui: 25 Desember 2018   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dampak Tsunami Banten (Sumber: nasional.kompas.com)

Indonesia merupakan negara yang rawan terjadinya bencana baik bencana alam yg sifatnya akibat manusia maupun yang terjadi secara alami. Salah satu bencana yang menjadi momok adalah bencana tsunami. Hal tersebut cukup beralasan mengingat Indonesia berada pada lempeng yang aktif dan ring of fire yang juga masih aktif.

Sabtu 22 Desember 2018 adalah pelajaran baru bagi Indonesia dalam hal bencana tsunami yang melanda Banten dan Lampung. Korban berjatuhan karena air bah datang tiba-tiba tanpa adanya tanda-tanda dan early warning dari lembaga terkait. Bahkan penyebab terjadinya tsunami sempat simpang siur.

Berbagai diskusi dimedia massa yang ditampilkan dalam televisi nasional beberapa hari terakhir ini baru sebatas penyebab tsunami yang diduga dari runtuhan anak gunung Krakatau yang mengalami erupsi. Hal itu diperoleh dari data Citra satelit yang diperoleh BMKG dan masih perlu dibuktikan kebenarannya dengan survei yang sampai saat ini belum bisa dilakukan karena aktivitas anak krakatau masih aktif.

Dari berbagai diskusi di media televisi nasional, BMKG juga menjelaskan hingga saat ini belum ada alat untuk mendeteksi tsunami karena letusan gunungapi. Sehingga tsunami seperti yang terjadi di Banten sangat sulit untuk diprediksi.

Salah satu hal yang menarik dari bencana ini adalah kurang adanya kewaspadaan masyarakat pada tanda-tanda alam. Sebagai contoh saat sirene berbunyi dikiranya sirene BMKG padahal menurut keterangan BMKG tidak ada sirene peringatan tsunami pasca tsunami di Banten.

Dari wawancara sebuah televisi swasta pda korban tsunami sebenarnya beberapa saat sebelum tsunami pernah mendengar letusan yang berupa dentuman keras dan air laut mulai surut. Namun, pemahaman masyarakat mengenai tanda-tanda itu kurang baik sehingga fenomena tersebut dianggap hal biasa. Baru beberapa saat kemudian air laut menyapu tepian pantai.

Selain alat detektor yang dipuja-puja dapt meminimalisasi dampak bencana sebenarnya ada yang lebih penting yaitu pemahaman masyarakat mengenai tanda-tanda dan mitigasi bencana. Masyarakat yang memiliki kecakapan bencana yang baik maka akan dapat menentukan kapan ia akan menyelamatkan diri saat terjadi bencana.

Pemahaman bencana yang baik, juga akan menjadikan masyarakat tidak mudah percaya pada isu-isu yang berkembang mengenai bencana alam yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab sehingga menimbulkan kepanikan yang berlebihan.

Dengan belajar dari fenomena tsunami Banten setidaknya ada tiga hal yang mendesak yaitu ada data yang terintegrasi antar lembaga terkait, penyediaan alat deteksi dini yang efektif dan literasi bencana sehingga tidak mudah gagap saat menghadapi bencana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline