"Ordik itu apa sih, Mbak? Sejenis odol rasa Oreo gitu, bukan?" tanya gue dengan polosnya.
"Bukan Mas, Ordik itu Orientasi Pendidikan, kayak pengenalan terhadap kampus, gitu," jawab perempuan manis berambut pendek sebahu di bagian Penerimaan Mahasiswa Baru. Dia memakai kemeja biru muda, mirip seragam sopir Taksi Blue Bird.
"Ohh, di situ kita ngapain aja ya, Mbak?" tanya gue lagi dengan penasaran.
"Untuk kegiatannya sendiri masih rahasia, pokoknya datang saja di hari Senin, ya! Dijamin have fun kok kegiatannya, Mas."
Pagi ini, ceritanya gue sedang mampir ke calon kampus gue di Universitas Budi Luhur, Jakarta, untuk mengurus daftar ulang. Sesampainya di sana, gue langsung menyelesaikan urusan pembayaran dan sekaligus menyerahkan nilai ijazah sebagai persyaratan. Selain menyelesaikan urusan pendaftaran, gue juga mencari tahu, kegiatan apa yang harus gue lakukan setelah diterima menjadi Mahasiswa. Ternyata, ada kegiatan yang sudah menanti gue yakni, Ordik.
Awalnya, gue mengira kalau Ordik itu sama kayak MOS (Masa Orientasi Sekolah) di SMA gitu, ternyata gue salah. Setelah gue searching di Google, banyak muncul tulisan yang mengatakan kalau Ordik atau Ospek itu menyeramkan. Kenapa bisa, gitu? Karena, kegiatan ini selalu identik dengan perploncoan dan kekerasan. Bahkan, gak sedikit yang sampai meninggal dunia, setelah mengikuti kegiatan ini. Mengetahui hal itu, seketika muncul pertanyaan polos di otak gue, "Apa gue harus mati dulu, biar bisa kuliah?"
Dari tulisan yang gue baca, katanya sih, perploncoan di Ospek itu tujuannya bagus, untuk mengenalkan mahasiswa dengan lingkungan kampus. Selain itu, kegiatan yang dilakukan pun dibuat supaya Mahasiswa bisa survive dengan masalah di lingkungan kampus nantinya. Apa masih bisa dibilang, Ospek itu pengenalan kampus, kalau kegiatannya disuruh melakukan hal yang aneh-aneh dan gak ada kaitannya sama kuliah? Ibaratnya, kayak kita mau nembak gebetan kita, tapi sebelum nembak, dia kasih sebuah syarat konyol kaya gini, "Pokoknya, kalau kamu memang beneran mau jadi pacar aku, kamu harus bisa selfie sambil nempelin muka sama Singa di Taman Safari." Edan!
Setelah menunggu beberapa hari, akhirnya waktu yang gue tunggu tiba juga. Hari pertama Ordik di kampus gue pun tiba. Sebelumnya, gue sudah menyiapkan diri dengan matang untuk mengikuti Ordik ini. Dimulai dari penampilan yang rapih. Dulu gue yang biasanya, selalu setia dengan rambut poni ke samping mirip alay Dahsyat, langsung memangkas rambut agak cepak, mirip kayak artis papan atas di Indonesia, Tukul Arwarna. Selain itu, biar gak minder kalau ketemu cewek cantik, maka mulut gue harus tetap kesat, segar, dan wangi. Oleh karena itu, gue memakai mouth wash yang gue temukan di kamar mandi Tante gue, dengan merek: Pembersih Daun Sirih - Mustika Ratu.
Dengan mengenakan kaos berwarna biru, celana jeans, dan name tag dari plastik dengan kalung berwarna kuning, gue duduk di pinggiran lapangan basket sendirian dalam gelap. Ya, gue datang kepagian. Seharusnya, para Maba alias Mahasiswa baru disuruh datang jam 6 pagi, tapi gue sudah nangkring di kampus dari jam 5 pagi. Sejauh mata memandang, gue gak menemukan orang yang mengenakan seragam sama seperti gue. Melainkan, hanya ada beberapa pria dengan mengenakan Jaket Almamater kampus. Tanpa berpikir terlalu lama, gue bisa menyimpulkan, kalau sekumpulan pria itu adalah para senior di kampus ini.
Hah?! Senior?! Mendadak pagi itu, hidup gue merasa terancam. Gue langsung membayangkan, sekumpulan pria itu datang menghampiri gue dan berkata, "Ngapain lo datang jam segini?! Mau jadi jagoan lo?! Sebagai hukuman, karena lo udah dateng kepagian, sekarang ciumin satu per satu jempol kaki kita, tanpa narik napas!"
"Dek! Dek! Jangan ngelamun, nanti kesambet, loh," ujar seorang wanita memakai jaket Almamater dengan rambut panjang terurai, seketika membuyarkan lamunan gue.