Lihat ke Halaman Asli

Google, BUT, dan Pajak

Diperbarui: 4 Agustus 2016   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Perkembangan teknologi itu ibarat roda yang terus berputar, dinamis dan selalu berpindah tempat. Secanggih-canggihnya roda, untuk dapat menggerakkannya dibutuhkan mesin, atau manusia untuk membuatnya berputar dan  bergerak. Sama halnya seperti teknologi, untuk membuatnya berkembang, dibutuhkan orang-orang yang revolusioner yang membuat teknologi terus berkembang. 

Di era 80 hingga 90an saya mengenal teknologi yang sangat booming saat itu yakni Microsoft dengan MS Dos dan Windows 98 nya yang terkenal, bahkan era tersebut dapat dikatakan sebagai eranya Microsoft. Bagaimana dengan mencari informasi tugas kuliah? selain melalui koran yang kemudian saya jadikan kliping, di era tersebut ada mesin pencari bernama Alta Vista, namun mesin pencari tersebut tidak memuat informasi secara rinci dan rapih sehingga sulit mencari informasi atau data yang diinginkan.

Namun pepatah roda itu bulat dan akan terus berputar benar adanya, seiring dengan berkembangnya zaman dan makin banyaknya “pemain” baru di dalam dunia teknologi maka era Microsoft bahkan Alta Vista (tanyakan saja anak sekarang, pasti tidak ada yang tahu) mulai bergeser. Saat ini kita mengenal satu nama perusahaan teknologi yang terkenal yaitu Google.Inc. 

Saya merupakan salah satu penggemar perusahaan teknologi buatan Sergey Brin dan Larry Page ini yang awalnya merupakan sebuah  mesin pencari yang kemudian berkembang pesat menjadi penguasa teknologi. Mengapa saya katakan sebagai penguasa teknologi? Karena argumen saya saat ini adalah sudah banyak masyarakat yang menggunakan perangkat yang Google ciptakan. 

Ketika mengirim pesan, kita menggunakan e-maildengan akun Gmail,ponsel canggih yang anda gunakan, saya jamin sebagian besar menggunakan OS Android yang notabene buatan Google, video musik, olahraga yang anda streamingmelalui Youtube, dan ketika anda dan saya ingin mencari informasi maka kita akan membuka mesin pencari yang kita sebut “Mbah Google”. 

Secara tidak kita sadari bahwa saat ini Google hampir menjadi sebagian dari aktivitas di dalam hidup kita sehari- harinya. Tidak ada perusahaan lain, yang dapat melakukan hal ini sebaik Google, bahkan Apple.Inc apalagi Alta Vista pun tidak. Maka tidak mengherankan apabila Google meraup keuntungan US$23,4 miliar pada tahun 2015.

Dengan memiliki banyak cabang serta basis yang kuat di berbagai negara termasuk di Indonesia maka sah-sah saja Google mendapatkan pendapatan yang fantastis. Kemudian akan timbul sebuah pertanyaan, bagaimana Google membayar pajaknya di Indonesia? Bukannya mereka banyak mendapatkan keuntungan dari penggunaan produk-produk mereka di Indonesia? Awal tahun ini banyak sekali pertanyaan yang berkembang seputar pajak Google, hal ini dikarenakan sebagai perusahaan besar, Google tidak memiliki cabang di Indonesia. 

Lalu bagaimana mereka membayar pajak mereka? Kasus pajak Google atau perusahaan teknologi lain sebut saja Facebook atau Twitter di Indonesia bukan menjadi hal baru lagi. Wacana untuk menjadikan Google sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia sudah bukan merupakan hal baru lagi. Lalu mengapa harus BUT?

Mungkin sebagian orang awam belum mengetahui apa itu BUT. Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia [...] badan yang tidak didirikan di Indonesia untuk menjalakan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia (Mardiasmo, 2011). BUT ini dapat berupa kantor cabang, ataupun tempat kedudukan manajamen.

Untuk negara Asia, Google menempatkan kantor cabangnya di Singapura, Jepang, India, dan Tiongkok. Oleh karena itu, biaya operasional Google di Indonesia akan masuk pajak BUT di Singapura. Pasti anda bertanya-tanya mengapa Google yang sudah memilih kantor di Indonesia perlu di BUT kan? 

Mudah saja alasannya, hal ini disebabkan kantor Google yang ada di Indonesia hanya berupa kantor perwakilan saja which istidak akan kena pajak. Hal ini tentu bertolak belakang dengan praktik di lapangan dimana Google telah menjalakan operasionalnya di Indonesia dan telah mendapatkan banyak keuntungan dari aktivitasnya tersebut, maka sudah sepantasnya mereka di kenakan pajak apalagi kantornya sudah dijalankan lebih dari 183 hari di Indonesia. Pintar bukan Google itu? Kemudian munculah pokok pertanyaan lain di benak saya bagaimana dengan objek penghasilan dari Google apabila di bentuk secara BUT?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline