Lihat ke Halaman Asli

Petualangan “Hitam” Jusuf Kalla: Dari Aceh, Poso hingga Jokowi

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13990199611700070510

Hari ini saya sengaja membuka berita-berita politik karena cukup penasaran dengan perkembangan peta koalisi dalam Pemilu nanti. Eh, tiba-tiba saya menemukan artikel menarik tentang sosok bapak Jusuf Kalla (JK). Nah, di sini saya mau share aja ke agan-agan mudah-mudahan info yang ane dapet bermanfaat ☺
berikut linknya

Ada sebuah kabar menarik mengenai peta cawapres untuk Jokowi. Secara tiba-tiba, nama Jusuf Kalla dan Abraham Samad kembali masuk dalam calon pendamping Jokowi di Pilpres 2014. Padahal, nama Abraham Samad dan Jusuf Kalla sudah dicoret jauh-jauh hari.
Dalam sumber tersebut mengatakan, nama Abraham Samad kembali masuk setelah terkuaknya kasus pajak BCA Rp 375 miliar yang mengarah pada PDIP. Internal PDIP memahami bahwa dibukanya kasus tersebut oleh Abraham Samad merupakan bentuk pembalasan.

Pembalasan atas apa? Atas pencoretan nama Abraham Samad dari calon pendamping Jokowi. Abraham Samad sebagai Ketua KPK menggunakan kuasanya mempercepat pembukaan kasus pajak BCA untuk kepentingan politiknya. Semua juga tahu kalau Djarum dan Salim Group merupakan pendana besar di belakang Jokowi. Tentu saja, dengan membuka kasus pajak BCA, Abraham Samad ingin menunjukkan kekuatannya pada PDIP. Singkat kata, kasus pajak BCA adalah sebuah peringatan dari Abraham Samad kepada PDIP jika berani mencoret namanya dari daftar cawapres Jokowi. Dimengerti.

Lalu bagaimana dengan masuknya nama JK ke bursa cawapres Jokowi lagi?

Menurut saya tulisan di atas logika kronologis kejadian mulai dari kasus Aceh, Poso hingga ke Jokowi cukup jelas. Mulai dari konflik GAM tahun 2005 JK dikenal sebagai sosok penengah “perdamaian”.
Menurut Sekjen CAPDI Mushahid Sayed (Pakistan), alasan mengangkat kembali Jusuf Kalla adalah mengusahakan perdamaian Aceh dan Poso. Seperti kita tahu, Jusuf Kalla menjadi tokoh penengah dalam ‘perdamaian’ Aceh dan Poso.

Benarkah Jusuf Kalla tokoh perdamaian? Seperti apa sih yang dimaksud perdamaian itu? Apakah sekedar mendamaikan dua pihak yang berseteru? Ataukah juga melibatkan transaksi dagang raksasa dalam perdamaian itu?

Mari kita analisa bersama.

Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bermula pada tahun 1976. Kebanyakan tentu mengira perjuangan GAM adalah bentuk perjuangan kemanusiaan membela harkat dan martabat Aceh. Sedikit yang menyadari kalau ada kepentingan perebutan Gas Lhokseumawe di balik konflik GAM dan pemerintah RI.
Kalau sempat, baca buku ‘Understanding Civil War’ karya Paul Collier dan Nicholas Sambanis terbitan World Bank. Salah satu ulasan utamanya adalah soal konflik Aceh antara GAM dengan pemerintah RI. Hasil penyelidikan tim intelijen World Bank terhadap konflik Aceh, ada kepentingan perebutan gas Lhokseumawe. (Baca lengkap kronologisnya di link yang saya berikan di atas)

Bagaimanakah profil konflik Poso dan bentuk perdamaiannya?
Konflik Poso memuncak sebanyak 2 kali. Pada Desember 1998 dan Mei 2006. Bukan kebetulan pula, kedua konflik ini terjadi pada masa jabatan Gubernur Sulawesi Tengah Mayjen TNI Bandjela Paliudju. Bandjela Paliuju menjabat Gubernur Sulteng pada 1996 – 2001 (Periode I) dan 2006 – 2011 (Periode II).

Poso merupakan bagian dari Sulawesi Tengah yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari minyak bumi, gas, emas hingga nikel. Bandjela Paliudju merupakan sosok yang berpihak kepada kepentingan masyarakat Sulteng. (Baca lengkap kronologisnya di link yang saya berikan di atas)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline