Lihat ke Halaman Asli

Harapan di Dalam Jurang

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika menginjak usia 45 tahun ayahku memiliki impian hampir setiap lelaki. Pekerjaan mapan dan keluarga bahagia.Ada yang bilang, umur segitu, lelaki baru kelihatan kharismanya. Memang, ayahku sangat tampan. Tak sedikit perempuan yang mengaguminya.

Namun roda kehidupan begitu cepat berputar. Hidup kami pun berubah sedetik. Ya, pagi-pagi buta, aku menemukan ayah terbaring kaku, tidak bersuara, hanya air mata yang mengalir di pipinya.

Wajah dokter mengerut. Ibu menangis. Kakak memelukku. Semua sanak saudara berkumpul.Saat itu usiaku baru belasan.Aku pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Tapi aku dengar satu kata: stroke.

Hatiku binggung. Butuh waktu cukup lama untuk tidak marah pada Tuhan.Kehidupan macam apa yang Tuhan berikan pada kami? Melihat orang yang kami cintai hadir di dunia ini hanya untuk ada? Apakah ini Tuhan, Engkau menghembuskan nafas manusia untuk menunggu kematian? Walaupun maut itu ada, bukanlah lebih baik Kau angkat nyawa manusia, ketimbang bermain-main dengan ketidakpastian?

Setelah semua harapan kau ambil, lalu apa yang tersisa? Tuhan apakah Engkau ada?

Kehidupan ekonomi keluarga kami pun merosot. Ibu depresi berhari-hari. Sementara itu, aku dan kakak diasuh oleh keluarga besar.Kakak bahkan terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Semakin aku berontak, semakin lelah pula. Teman-temanku datang menghibur dan mereka berkata, “Give thanks to the Lord”

“Apa?” kataku.

“Dengan keadaan seperti ini, kalian menyuruh saya berterima kasih pada Tuhan?” ungkapku.

Aku berlari, tidak peduli. Tenggelam dalam amarah. Masuk ke dalam kesesakan. Tinggal dalam ruang hati yang terhimpit. Lalu apa maksud semua ini?

Terkadang Tuhan menyapa manusia dengan cara-Nya sendiri. Lewat berbagai peristiwa dan kejadian, Ia membentuk kita. Semakin kita lari dari-Nya, semakin Ia menggenggam erat tangan kita. Dialah harapan. Di kala semuanya pergi, tak tersisa.

Dari peristiwa inilah kami belajar untuk bersyukur. Terima kasih atas nafas yang Tuhan berikan di pagi hari. Terima kasih atas sinar mentari yang terbit dan tenggelam. Melihat tahun-tahun ke belakangan, lima belas tahun kemudian, saya mengerti bahwa Tuhan telah memulihkan kami semua, terutama ayah.

Inilah kasih karunia-Nya, sampai detik ini tidak dibiarkannya kami hancur lebur. Puji Tuhan, kakakku berhasil meraih beasiswa di salah satu universitas di Bandung. Aku pun lulus dari studi saya di bidang komunikasi. Sekarang kami bekerja dan tidak kekurangan apapun. Yang mengejutkan, kesehatan ayah membaik. Meskipun memasuki usia 60 tahun, beliau masih berolahraga, dan menikmati hari tuanya dengan koran, berceloteh bersama tetangga, serta bercanda dengan sang cucu.

Demikian, kami sekeluarga, menikmati cara Tuhan memulihkan hidup kami. Kasih-Nya kuat, berlimpah dan tak ada habis-habisnya. Sungguh, jalan-Nya tidak terduga dan misteri. Pada akhirnya, Ia tunjukkan sebuah keagungan.

Tuhan beserta kita dalam keadaan apapun.Tuhan meminta kita menanti dalam kesabaran. Mungkin ada diantara kita ada yang tengah menunggu sebuah jawaban.

Seorang lajang yang ingin menikah.

Seseorang yang menantikan pekerjaan baru.

Seseorang sakit yang sembuh.

Pasangan yang tengah menanti kehadiran buah hati.

Seseorang yang bangkrut.

Seseorang yang ditinggalkan, dikhianati, dan dikecewakan.

Barangkali, siapapun yang ada di dalam pergumulan hebat, sampai-sampai sudah malas berdoa dan letih menjerit pada Tuhan. Tegakkan kepala. Tegarkan hatimu. Menanti bukanlah sesuatu yang mudah. Ia tetap hadir, sekalipun kita menghardiknya dalam keputusaan. Ingatlah, jangan pikirkan betapa berat beban hidup ini. Pikirkanlah, kepada siapa kita berjalan dan berharap.

“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahan sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Matius 6:34)

Selamat menunaikan ibadah puasa…




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline