Lihat ke Halaman Asli

Sosial Media dan Sikap Politik Anak Muda

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sesuatu yang sedang menggejala saat ini dimasyarakat adalah penggunaan sosial media (Sosmed).Menurut Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 62,9 juta pelanggan. Pengguna Twitter mencapai angka 19,7 juta akun, pengguna Facebook sebesar 47 juta orang dan pengguna ponsel hampir sama dengan jumlah penduduk Indonesia itu sendiri yakni mencapai angka 220 juta. Kecanggihan teknologi yang disediakan oleh sosial media memungkinkan kita untuk melakukan interaksi dengan mudah, langsung dan cepat seakan tidak ada batas wilayah bagi sesama pengguna sosmed.

Penggunaan sosmed dianggap salah satu sarana tepat dan efektif bagi seseorang untuk menyampaikan beragam berita, informasi, beriklan, kampanye atau bahkan hanya sekedar mencurahkan perasaan. Untuk itu, beragam kalangan menggunakan jejaring sosial media sebagai sarana interaksi mulai dari kalangan selebriti, atlit, tokoh politik dll. Belakangan Presiden SBY pun turut membuat akun twitter untuk berkomunikasi dengan masyarakat secara langsung. Kekuatan sosmed tidak diragukan lagi memiliki dampak yang cukup signifikan bagi perubahan sosial masyarakat.

Bagi kalangan anak muda, sosial media bukan saja merupakan medium interaksi sosial antar mereka. Namun, sosial media memiliki peran sebagai penyuplai arus informasi politik. Sebagai generasi yang selalu diliputi kegamangan bersikap, sosmed berperan menjadi sarana pendidikan politik bagi anak muda. Namun pertanyaannya, apakah arus informasi politik yang diterima anak muda melalui sosial media lantas membentuk sikap politik mereka ? apalagi, sarana penyuplai informasi politik yang lain seperti koran, radio dan televisi tengah berjuang membuktikan independensinya kepada masyarakat, karena sebagiannya dinilai tidak netral dalam memberikan informasi kepada publik.

Mengapa sikap politik anak muda menjadi perhatian dalam tulisan ini, tentu saja ini bersinggungan dengan pemilu 2014. Faktanya adalah populasi penduduk Indonesia berusia muda (15-40 tahun) mencapai 40% dari penduduk Indonesia. Dengan melihat fakta tersebut, sebenarnya kita sedang melihat potensi besar bagi perubahan bangsa dikemudian hari. Anak muda harus mengubah predikat dari objek politik menjadi subjek politik , ini berarti anak muda bisa memegang peranan besar dalam menentukan perubahan dinegeri ini. Tentu itu bukanlah hal yang utopis. Bagaimana caranya ? tentu saja dengan memastikan anak muda tersebut berpartisipasi dan menyumbangkan suaranya dalam pemilu mendatang untuk memilih calon-calon berintegritas dan memastikan tidak memilih partai dan politisi yang pernah dan sedang terlibat korupsi dalam pemilu 2014. Namun apatisme menjangkiti anak muda saat ini. Disinilah media sosial diharapkan peran aktifnya.

Problematika Media Massa dalam Pemilu 2014

Pelaksanaan Pemilu 2014 adalah ujian independensi dan kredibiltas media massa maupun para jurnalis dalam menerapkan faedah jurnalisme yang benar. Fakta yang ada selama ini adalah media massa belum menunjukan mereka bebas dari kepentingan politik. Alih-alih menjadi kekuatan control atas proses politik nasional yang berlangsung, media malahan terjebak menjadi corong kepentingan kekuatan politik. Kerunyaman itu ditambah dengan masuknya beberapa petinggi media massa menjadi aktor politik yang berlumuran dengan hasrat berkuasa yang cukup besar. Media massa seakan mengabaikan fungsi sebagai medium pendidikan pemilih. Meskipun Komisi Pemilihan Umum telah mengeluarkan regulasi melalui peraturan KPU Nomor 01 tahun 2013 tentang tata cara kampanye di media massa, tetap saja beberapa kalangan mengkhawatirkan kualitas demokrasi yang terbajak oleh praktik konglomerasi media.

Media massa merupakan komponen yang amat penting dalam membangun kesadaran kolektif masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik. Dalam konteks pemilu, media massa memiliki fungsi korelasi sosial (social correlation). Melalui berita serta opini yang dibuat secara regular, media dapat menggiring opini serta dapat mempengaruhi perilaku pemilih. Sejatinya demokrasi dan jurnalisme tumbuh seirama. Demokrasi dianggap tidak baik tanpa jurnalisme politik yang sehat. Jurnalisme yang bercampur dengan propaganda politik justru akan merubuhkan bangunan demokrasi.

Kepemilikan siaran media khususnya media elektronik oleh segelintir orang bisa menimbulkan masalah tersendiri menjelang Pemilu 2014. Apalagi jika pemilik media tersebut seorang pentolan partai politik. Sebab, ketika seorang bos media masuk politik, tidak jarang media akhirnya “dipaksa” untuk turut menciptakan agenda terselubung dan mengonstruksi kehendak pemodal dalam bingkai kerja jurnalisme. Lebih-lebih jika pemilik media memiliki ambisi kekuasaan teramat besar.

Sebagai dampaknya, independensi media lama-lama akan terkoyak dan ruang publik pun menjadi buram. Implikasinya, masyarakat kini disuguhi berita sampah: berita yang penuh polesan citra dan kepentingan. Fenomena ini bisa kita saksikan pada media massa milik para pengusaha yang juga petinggi partai politik. Sebut saja Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang menjadi bos dari TVOne, ANTV, dan VIVAnews; Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang memiliki Media Group seperti MetroTV, Media Indonesia, dan Lampung Post; dan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Hary Tanoesoedibjo yang menjadi bos MNC (RCTI, GlobalTV, MNCTV, Sindo, dan sejumlah media cetak dan online).

Ketiga pengusaha-politisi tersebut kerap menggunakan frekuensi publik bukan hanya untuk kepentingan bisnis, tapi juga politik. Padahal pemberitaan melalui media itu memiliki posisi sangat penting. Media televisi memiliki daya hegemoni lebih canggih daripada media lain. Pengaruh media semacam televisi, pelan tapi pasti, akan mempengaruhi pola pikir masyarakat khususnya dalam menentukan pilihannya dalam pemilu 2014 nanti. Anggapan itu telah diperkuat oleh hasil Survei Integritas Anak Muda 2012 yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia yang menempatkan televisi (70.4 %) sebagai sumber informasi yang mempengaruhi pandangan anak muda. Ini menandakan media massa khususnya televisi berpotensi menggiring suara public khususnya anak muda menuju parpol atau politisi tertentu tanpa objektifitas yang kuat.

THE POWER OF SOCIAL MEDIA

Seperti yang telah disinggung pada awal tulisan ini, media sosial saat ini dapat dijadikan kekuatan alternatif yang dapat mengimbangi pemberitaan media massa yang tidak independen.Sosial media sebagai wujud peran aktif masyarakat dalam arus informasi yang penggunanya terus meningkat menjadi secercah harapan ditengah arus besar perang media yang tidak mencerahkan. Masyarakat takkanlagi dengan mudah ditipu dan dibodohi dengan pemberitaan yang bombastis dari media-media besar karena telah mempunyai media penyeimbang sebagai filter informasi. Sosial media memberikan kesempatan yang sama kepada siapapun untuk membagi serta mendapatkan berita atas sebuah fenomena yang sedang terjadi. Setiap orang bisa mengutarakan pendapat, berdebat hingga memberikan informasi yang benar kepada sesama. Dari aspek jangkauan pesan yang tersampaikan pun, media sosial memperlancar apapun format hubungan yang dibangun, selain tentunya, bagaimana komunikasi diproduksi, direproduksi, dimediasi, dan diterima.

Kekuatan sosial media telah terbukti kesaktiannya. Sosial media kemudian menjelma menjadi salah satu instrumen kontrol terhadap pemerintahan yang berkuasa, dengan menggunakan fasilitas internet tentunya. Masih hangat dalam pikiran kita bagaimana dukungan masyarakat kepada KPK dalam kasus Cicak vs Buaya jilid I dan II yang kemudian berakhir bahagia karena dukungan masyarakat yang dikumpulkan melalui sosial media berbasis jejaring, yaitu Facebook dan Twitter. Dukungan publik untuk Prita Mulyasari juga digalang melalui sosial media. Yang paling anyar adalah berita tentang Tasripin di Twitter yang berhasil menyita perhatian publik hingga Presiden SBY memberikan bantuan untuknya. Kembali sosial media memiliki peranan besar.

Juga tidak kalah hebohnya penggalangan dukungan massa via Twitter oleh seorang warga negara yang menjadi embrio revolusi terhadap pemerintahan Mesir dan Tunisia. Blog pun tidak kalah “mengerikannya”. Melalui blog yang merupakan bagian dari media sosial ini, seseorang bisa dengan bebas berpendapat secara jujur dan apa adanya. Hal ini tentu saja berbeda dengan media mainstream lainnya, meskipun menggunakan teknologi internet juga. Bagian redaksi dari media konvensional/mainstream cenderung dipengaruhi oleh pemilik perusahaan dan tekanan iklan yang mengurangi independensi pemberitaan.

Melalui sosial media, sikap politik anak muda sesungguhnya bisa terbentuk. Sosial media bisa dijadikan sebagai sarana pembelajaran politik menjelang pemilu 2014. Sifat sosial media yang independen, bebas dan tanpa batas, memungkinkan anak muda dapat berinteraksi langsung dalam fenomena politik yang sedang terjadi. “celotehan” anak muda disosial media sebetulnya terus dipantau oleh elit negara serta dijadikan bahan rujukan dalam mengambil sikap politik. Kampanye secara massif dan terus menerus di jejaring sosial juga akan berdampak perilaku pemilih pada pemilu mendatang. Anak muda tentunya bisa langsung berinteraksi dengan celeg ataupun calon presiden yang sedang mereka bidik. Tentunya interaksi tersebut bisa berupa pendapat, saran atau bahkan kritikan tajam.

Kita semua berharap, pemilu 2014 akan melahirkan pemimpin yang berintegritas tinggi serta amanah. Partisipasi anak muda tentu saja diharapkan kehadirannya. Media massa didambakan menjadi sarana pelepas dahaga informasi public, tentunya dengan berita yang jujur, fair dan bebas kepentingan. Namun, bila media konvensional masih belum bisa dipercaya, ada baiknya kita menggunakan sosial media sebagai kekuatan penyalur informasi alternatif untuk memberikan pendidikan politik bagi anak muda menjelang pemilu 2014.

http://teknologi.inilah.com/read/detail/1958027/inilah-jumlah-pengguna-media-sosial-di-indonesia#.UXSyPUpXw-M




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline