Pengalaman adalah guru terbaik. Ungkapan ini begitu relevan dalam konteks pembelajaran. Pengalaman langsung memberikan dimensi yang lebih dalam pada pemahaman kita. Ketika kita mengalami sesuatu secara langsung, informasi yang kita peroleh tidak hanya bersifat teori, tetapi juga tertanam dalam ingatan kita sebagai sebuah kenangan. Hal ini memungkinkan kita untuk menghubungkan konsep yang menghhbungkan dengan fakta yang ada, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan mudah diingat. Selain itu, pengalaman juga melatih kita untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengembangkan keterampilan sosial yang sulit didapatkan hanya dari buku. Dengan demikian, pengalaman tidak hanya sekedar melengkapi teori, tetapi juga menjadi fondasi yang kuat bagi pertumbuhan intelektual kita dan personal kita.
Menurut Bruner, hampir semua orang dewasa menggunakan tiga sistem keterampilan untuk mengekspresikan kemampuan mereka dengan baik. Berikut adalah tiga cara penyajiannya:
a. Penyajian enaktif dilakukan melalui tindakan, sehingga bersifat manipulatif. Cara ini melibatkan penyajian pengalaman masa lalu melalui respons motorik. Contohnya, anak-anak belajar mengendarai sepeda secara enaktif.
b. Penyajian ikonik berlandaskan pada pemikiran internal. Penyajian ini terutama dipengaruhi oleh prinsip-prinsip organisasi perseptual dan transformasi yang efisien dalam pengorganisasian perseptual. Biasanya, penyajian ikonik paling tinggi ditemukan pada anak-anak berusia 5-7 tahun.
c. Penyajian simbolis mulai muncul menjelang masa remaja, di mana bahasa menjadi semakin penting sebagai alat berpikir. Pada tahap ini, individu beralih dari penyajian ikonik yang bergantung pada penginderaan ke penyajian simbolis yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Penyajian simbolis umumnya menggunakan kata-kata atau bahasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H