Keputusan impor komoditas pangan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia semata-mata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan bahan pokok relatif meningkat tiap bulannya. Ditambah bencana alam yang datang bergilir dari tahun ke tahun memaksa pemerintah harus selalu waspada dengan menyiapkan cadangan bahan pokok yang tidak sedikit. Dengan keterbatasan produksi dalam negeri, pemerintah terpaksa impor.
Impor diputuskan setelah melalui proses panjang dan disepakati atas dasar rekomendasi kementerian terkait, diputuskan dalam forum rakortas dengan acuan data ketersediaan barang yang ada di dalam negeri. Ini menunjukkan, impor bukanlah keputusan yang mematikan sektor produksi, namun sebagai penambal apabila terjadi gagal panen.
Namun memang kebijakan impor harus diawasi karena tidak menutup kemungkinan ada oknum tertentu yang bermain dalam prosesi alur impor sampai tatanan distribusi. Seperti halnya kasus peredaran gula kristal rafinasi di pasar yang baru-baru ini terkuak ke media. Di lansir dalam harian kompas:
Kementerian Perdagangan ( Kemendag) bekerja sama dengan Bareskrim Polri mengamankan gula kristal rafinasi (GKR) sebanyak 44,75 ton dengan berbagai merek dari distributor di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pengamanan ini merupakan pengembangan dari hasil pengawasan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Kemendag terhadap peredaran GKR yang merembes ke pasar pada periode semester II tahun 2017 hingga semester I tahun 2018.
Sebagai infromasi, GKR hanya dapat digunakan untuk keperluan bahan baku industri dan dilarang diperjualbelikan di pasar eceran. Distribusi GKR diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 74/M-DAG/PER/9/2015 Tentang Perdagangan Antarpulau Gula Kristal Rafinasi, serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Gula.
Kementerian Perindustrian yang merekomendasi impor GKR untuk kebutuhan pengembangan industri di Indonesia. GKR yang beredar di pasaran justru menganggu dan menyaingi penjualan gula produksi lokal. Maka dari itu Kementerian Perdagangan sigap bergerak menghentikan peredaran demi menjaga kestabilan perdagangan gula lokal.
Sama halnya seperti polemik beras impor yang terjadi sekarang ini, beras yang diimpor sama sekali tidak mengganggu beras nasional yang di jual di pasaran. Bulog sebagai lembaga yang mengeksekusi kegiatan impor ini, menjadikan beras impor sebagai beras cadangan yang disimpan di gudang mereka. Untuk apa? Untuk operasi pasar apabila harga melonjak naik. Juga rastra apabila terjadi bencana alam dan stok berkurang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H