Lihat ke Halaman Asli

Cerita Telur dan Ayam, Serta Omong Kosong Penimbunan

Diperbarui: 6 Agustus 2018   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Duluan mana telur apa ayam? Ya duluan Kementan lah. Sebab lembaga inilah yang mengurusi pasokan telur dan daging  Pegang urusan hulu. Sayangnya, tugas itu serasa terbengkalai. Lihat saja. Sekarang harga telur dan daging melejit. Apalagi penyebabnya kalau bukan produksi yang acak adul. Terjun bebas. Bikin masyarakat menjerti. Ampun dah!

Meski demikian, staff Kementerian Pertanian mengatakan produksi telur tak bermasalah alias surplus. Pede banget. Bagaimana bisa produksi tinggi tapi harga melambung nggak karuan? Rumus pengantar dasar ekonomi soal supply dan demand yang menentukan pergerakan harga belum kadaluwarsa lho. Mosok mau dikibulin?

Rantai distribusi yang panjang lantas dikambinghitamkan. Seperti yang sudah-sudah, pola klarifikasi dan klaim Kementan sangat mudah ditebak. Seperti tak ada pembelaan lain saja. Klise!

Begini lho.

Bak senjata makan tuan, Kementan yang melarang penggunaan AGP merasakan akibatnya sendiri. Ayam petelur jadi cepat mati. Produktivitas kontan anjlok. Imbasnya stok telur di pasaran menipis drastis. Harga meroket.

Lebih parah lagi, pakan ayam kita itu sampai harus impor. Memalukan! Jika nilai tukar rupiah lemah, otomatis peternak harus beli dengan harga yang mahal. Malang! Jika telur yang mereka jual gak laku tentu merugi. Telur bisa busuk. Gak mungkin ditimbun behari-hari.  

Tapi Kementan masih saja ngotot. AGP yang menjadi permasalahan utama tidak digubris. Tudingan kesalahan lagi-lagi ditimpakan pada soal distribusi. Sudahlah Kementan. Untuk apa sih melakukan pembelaan yang gak sesuai dengan substansi masalahnya? Gak malu? Gak kasihan pada peternak ayam telur?

Dan tentu tidak mungkin ya ada penimbunan ayam hidup. Apalagi penimbunan daging ayam, atau telur.

Pelihara ayam butuh pakan, beli pakan harus impor, harganya mahal, gak mungkin peternak mau pelihara ayam lama-lama. Apalagi ayam sedang mudah sakit karena dilarang menggunakan Agp. Tentu tindakan afkir jadi penyelamat peternak. Menimbun daging ayam potong? Di mana? Pasti butuh cold storage yang butuh dialiri listrik. Menimbun telur? Berapa lama? Sebulan? Ya busuk lah. Masa telur busuk dijual? Kan gak masuk akal.

Lagipula, saat ini harga sedang tinggi. Coba bayangkan, diri anda sebagai penjual daging ayam dan telur. Ketika harga lagi tinggi-tingginya begini, apa masih mau nimbun demi harga yang lebih tinggi? tetapi dengan catatan biaya peliharaan juga besar? Rasa-rasanya mustahil.

Kementan ini perlu dibikin sadar, jangan nuding rantai distribusi kalau produksi di hulu sendiri masih belum beres. Jangan seenaknya bilang 'Menurunkan harga telur dan ayam itu mudah saja kok' sedangkan para peternak saja kompak mengeluh produktivitas ayam petelur anjlok. Kalau pasokannya lancar, dari jaman jebot harga pasti turun!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline