Lihat ke Halaman Asli

Press Release Judicial Review terhadap Perppu Pilkada

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami, Edward Dewaruci dan Doni Istyanto Hari Mahdi, pada hari ini mengajukan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Uji materi ini kami layangkan sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak-hak konstitusional. Yang oleh karenanya mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sertaperlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Selain itu, kami juga ingin agar kewenangan konstitusional Presiden dalam mengajukan Rancangan Undang-Undang  (RUU) maupun dalam menerbitkan Perppu, tidak dilakukan secara sewenang-wenang.

Presiden dua tahun lalu mengajukan RUU Pemilihan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota kepada DPR dan RUU Pemerintahan Daerah masuk kedalam program legislasi Nasional (Prolegnas tahun 2012-2014). Setelahnya, RUU itupun dibahas DPR bersama pemerintah, kemudian setelah disetujui dan disahkan DPR menjadi Undang-Undang nomor 22 Tahun 2014 dan UU No. 23 Tahun 2014, malah dibatalkan secara sepihak dan subyektif oleh Presiden dengan menerbitkan Perppu 1/2014 dan Perppu 2/2014.

Perbuatan Presiden yang secara subyektif dan sepihak membatalkan UU 22/2014 dan UU 23/2014 itu merugikan hak konstitusional kami sebagai warga negara untuk mendapatkan kepastian hukum sebagaimana dimaksud Pasal 28 D Ayat (1) UUD 1945, terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga perlu segera memutus permohonan uji materi ini. Karena berdasarkan Perppu 1/2014, pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang akan dilakukan secara serentak tahun 2015 nanti.

Bukan hanya soal kepastian hak konstitusi, uji materi ini juga kami ajukan untuk menegaskan hakikat kewenangan konstitusional Presiden dalam menerbitkan Perppu. Karena menurut kami, penerbitan Perppu 1/2014 telah menyimpang dari maksud diberikannya kewenangan konstitusional Presiden dalam mengajukan RUU dan membuat Perppu.

Mahkamah dalam Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009, tanggal 8 Februari 2010, telah dengan jelas menyatakan bahwa materi Perppu sama dan setingkat dengan materi Undang-Undang. Dan oleh karenanya, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji apakah Perppu tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Putusan Mahkamah Nomor 138/PUU-VII/2009, tanggal 8 Februari 2010, menetapkan tiga syarat adanya kegentingan yang memaksa sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yaitu:

adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;

Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;

kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Menurut kami, Perppu1/2014 tidak menenuhi syarat-syarat seperti yang termaktub pada putusan Mahkamah Konsitusi tersebut. Adapun konsideran yang diberikan pada Perppu 1/2014 hanya berbunyi :

“c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan serta kegentingan yang memaksa sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009;”

Argumen dalam konsideran itu bukanlah alasan yang sah untuk membentuk Perppu. Syarat “kekosongan hukum” tidak dapat dibenarkan karena aturan terkait pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota telah disahkan pada UU 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota melalui DPRD.

Pembentukan Perppu 1/2014 tidak memenuhi syarat konstitusional kegentingan yang memaksa dan bertentangan dengan UUD 1945 serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.

Terlebih lagi kalimat dalam konsideran, yang berbunyi “… dan proses pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan serta kegentingan yang memaksa…” adalah sesuatu yang mengada-ada.

Kita harus ingat, pada saat voting pengesahan RUU Pilkada kemarin, fraksi Partai Demokrat memutuskan walkout. Dan setelah itu,  terjadi penolakan yang meluas. Citra Presiden yang juga ketua umum Partai Demokrat turut rusak di media sosial, khususnya lewat tagar #ShameonyouSBY.

Bukan tidak mungkin, kegentingan hanya terjadi pada popularitas Presiden dan Partai Demokrat. Bukan kegentingan memaksa, yang disyaratkan oleh UUD 1945 dan Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009 tersebut.

Selain itu, penerbitan Perppu hanya akan menimbulkan preseden buruk bagi pembentukan kebijakan dan peraturan. Sebagai contoh adalah: Dalam keadaan keuangan negara yang terbatas, subsidi bahan bakar minyak (BBM) pun harus dibatasi. Akibat pembatasan subsidi tersebut, maka harga BBM harus dinaikkan. Namun setelah diumumkan, ternyata terjadi demonstrasi besar-besaran di seluruh negeri untuk menolak kenaikan harga BBM.

Dengan preseden Perppu 1/2014, keadaan ini bisa serta-merta dijadikan alasan sah  Presiden untuk menerbitkan Perppu yang membatalkan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Lantas, secara tak langsung bisa dikatakan, kewenangan konstitusional Presiden membentuk Perppu hanya akan menjadi alat politik Presiden untuk menjaga popularitasnya semata.

Supaya tidak ada kekosongan hukum pasca pembatalan Perppu 1/2014 da Perppu 2/2014 nanti, kami berpendapat agar UU 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta Pasal 101 ayat (1) huruf d dan Pasal 154 ayat (1) huruf d UU 23/2014 ttg Pemerintahan Daerah diberlakukan kembali.

Jakarta, 21 Oktober 2014

Hormat kami,

Para Pemohon

Nama  :   Edward Dewaruci, S.H, M.H. (081-235 31 601)

Pin:7CDDDDCC

Alamat:   Jalan Gayungsari Barat nomor 78, Surabaya

Nama :   Doni Istyanto Hari Mahdi (081-281 98 972)

Pin:2B666F47

Alamat:  Jalan Palem Timur CC 39 nomor 18, Pondok Pekayon Indah, Pekayon  Jaya, Bekasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline