Selepas zuhur, jalan Kemas Rindo terlihat lengang. Mungkin karena cuaca hari ini cukup terik. Orang lebih suka duduk atau rebahan di rumah.
Aku juga, lebih suka rebahan di rumah saja. Tapi karena suatu urusan keluarga, yang tak bisa didelegasikan. Membuat aku rela, berpanas -- panas begini.
Sudah lama tak main ke Kemas Rindo, aku sempat nyasar tadi. Lantaran rawa yang jadi ancer -- ancer lokasi rumah bibik, sekarang sudah kering. Ditimbun tanah bercampur serpihan batang, dari limbah penggergajian kayu.
Selain rawa- rawa yang mengiring, tak banyak yang berubah di sini. Terutama aromanya yang khas.
Bau getah karet di udara Kemas Rindo, belum tergantikan.Yup, ada dua pabrik pengolahan karet yang beroprasi di kawasan ini. Bau getah karet, bisa tercium belasan kilo meter jauhnya. Untung sekarang selalu pakai masker, jadi tidak terlalu mengangu penciuman.
Nah, waktu melintas jembatan 3, sekilas kulihat seseorang mengangkat tangkul.Menuruti naluri kepo, aku segera balik arah. Jarang orang menangkul, siang bolong begini. Pasti ada hal menarik, yang bisa diceritakan.
Untung bisa memarkir motor,di depan lapak pempek yang sedang libur. Urusan parkir kendaraan, di perkampungan pinggir sungai begini kadang ribet. Jalan kecil, susah muter,kalau tidak hati-hati bisa nyungsep ke rawa-rawa.
Aku berjalan turun mendekat, sampai di batas air rawa.Kulihat seorang anak dan berdiri tak jauh, dari sosok yang sedang menangkur. Gadis kecil berbaju biru, asik mengoyangkan ember hitam yang dipegangnya.
Tetiba terdengar suara gemuruh, bunyi air yang lolos dari lubang jaring. Mengira yang sedang,mengangkat tangkul itu lelaki. Dengan gaya sok akrab, aku berteriak menyapanya.
' la banyak apo dapet kak ?