Kota Bengkulu berada di pesisir Sumatera yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Bencoolen atau Bengkulu sudah menjadi target perjalanan bangsa-bangsa Eropa sejak abad ke - 16. Thomas Stamford Raffles adalah Gubernur Bencoolen yang paling terkenal.
Karena besar di kota ini, saya lumayan hapal tempat-tempat menarik yang belum dimuat dalam peta wisata Bengkulu. Sambil mengunjungi teman-teman lama, berkeliling melihat-lihat apa yang baru di kota ini.
Perkembangan Kota Bengkulu, bermula dari perkampungan nelayan di muara Sungai Serut, dulu orang menyebutnya Muaro Bengkulu.
Akses jalan menyusuri pantai, disudah sangat lancar. Sekitar 30 menit , menempuh kurang lebih 10 Km bermotor dari muara Kuala Alam di ujung paling selatan Pantai Panjang sampai ke muara di Pasar Bengkulu di utara .
Keramaian pusat rekreasi di tepian pantai , barisan Cemara Jarum , lapak penjual ikan ,segala rupa jajanan dan jaring - jaring ikan yang bergantungan menjadi pemandangan di sepanjang jalan.
Keberadaan Sungai serut dan perkampungan nelayan di Muara Bengkulu, sudah tercatat dalam sejarah. Kerajaan Sungai Serut ,disebut menguasai pesisir sampai ke pedalaman di Utara Bengkulu.
Nama Pasar Bengkulu, nampaknya bermula dari kebiasaan etnis Melayu menyebut pusat perdagangan (kota) dengan awalan pasar . Ramainya perniagaan di sungai dan laut , membuat muara Sungai Serut mendapat julukan Pasar Bengkulu.
Sekarang tak banyak lagi, yang mengenal nama Sungai Serut. Orang-orang sekedar menyebutnya Muaro atau Sungai di Pasar Bengkulu saja.
Sungai serut , terlihat tenang dan cantik jadi spot foto yang menarik. Dari atas jembatan Sungai Serut yang menghubungkan Kampung Kelawi dan Pasar Bengkulu, kita bisa melihat kegiatan dikedua sisi sungai. Ladang dan rumah produksi kapal sekala kecil.
Beberapa tahun yang lalu, di muara sungai ini ramai penduduk yang manambang batu bara. Mengumpulkan baru bara, yang terbuang bersama limbah tambang yang dibawa arus Sungai Serut. Lebih kurang sama dengan cara menambang pasir tradisional, bedanya mereka mengunakan keranjang berlubang untuk mengumpulkan batu bara yang berbaur dengan air dan batu.
Kegiatan ini lumayan menghasilkan uang , tetapi dampaknya pada ekosistem sungai amat luar biasa merusak. Menambang batu bara di muara sekarang dilarang, karena protes dari komunitas nelayan dan masyarakat daerah aliran Sungai Serut.